IDXChannel - Daya beli petani di Sumatera Utara mengalami penurunan. Ironisnya penurunan terjadi di tengah meningkatnya pengeluaran.
Berdasarkan data yang dirilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, nilai tukar petani (NTP) di wilayah Sumatera Utara pada Mei 2022 di angka 116.40. Padahal di bulan April 2022 angkanya sempat menyentuh 130.38.
"Penurunan NTP tersebut jelas menunjukan bahwa ada penurunan daya beli petani di wilayah Sumut," kata Ekonom, Gunawan Benjamin, Jumat (3/6/2022).
Penurunan daya beli petani diikuti dengan peningkatan pengeluaran petani yang belakangan mengalami kenaikan. Data menunjukan bahwa di bulan Mei 2022, indeks harga yang harus dibayar oleh petani itu mengalami kenaikan 0.48% menjadi 110.72 di bulan Mei 2022.
Petani di Sumut harus merogoh uang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhannya sehari hari, ditambah lagi dengan kenaikan biaya untuk menanam tanamannya. Bahkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) naik 0.68%. Kenaikannya lebih tinggi dari indeks harga yang harus dibayar oleh petani.
"Ini berarti petani harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membeli bibit, pupuk maupun obat obatan. Kenaikan harga pupuk, pestisida belakangan ini membuat daya beli petani kian tertekan. Dan semua terlihat dalam NTP SUMUT. Jika dikelompokkan dengan mengacu kepada sektor tanaman tertentu," pungkasnya.
Secara sektoral, petani di sektor tanaman hortikultura yang paling menderita. Karena NTP-nya justru di bawah 100 yakni 92.56. Dan di bulan Mei indeks harga yang harus dibayar petani sayur-sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat justru naik 0.43%.
"Sangat terpukul daya belinya, karena daya belinya terpuruk (di bawah 100) ditambah lagi pengeluarannya bertambah besar," tambahnya.
Selanjutnya adalah petani tanaman pangan (padi, palawija). Sekalipun indeks yang di terima di atas 100, namun indeks yang harus dibayar juga di atas 100. Bahkan NTP nya hanya 95.73. Artinya pendapatan petani tanaman pangan ini tergerus oleh pengeluaran yang lebih besar. Jadi daya beli petaninya masih lebih rendah dibandingkan tahun 2018 silam.
"Hanya petani perkebunan yang masih menikmati daya beli yang mumpuni. Meksipun turun tajam di bulan Mei 2022 sebesar 18.49%, namun NTP nya ada di level 139,39. Terlihat jelas kebijakan menutup ekspor produk CPO lantas menekan daya beli petani perkebunan di Sumut," tukasnya.
Penurunan NTP secara keseluruhan di bulan Mei 2022, kata Gunawan, tak boleh dibiarkan. Itu karena akan ada dampak serius dari penuruanan NTP tersebut.
"Yakni inflasi dari tanaman tertentu sulit untuk dikendalikan. Sebagai contoh, petani cabai yang terbebani dengan kenaikan harga pupuk serta obat obatan belakangan ini kerap membuat petani dengan mudah mengganti tanamannya," pungkasnya.