Agus menjelaskan, kondisi industri pada negara-negara di Asia yang masih ekspansi seperti Filipina (53,7), Thailand (50,4), India (56,7), dan Taiwan (50,8). Sementara di Indonesia, indeks PMI hanya meningkat tipis ke 49,2 dari 48,9 di bulan Agustus.
"Kebijakan-kebijakan yang tepat dan dibutuhkan oleh sektor industri di antaranya, tindakan merevisi Permendag No. 8 Tahun 2024, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Gas Bumi untuk Kebutuhan Domestik, dan Peraturan Menteri Keuangan terkait Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) ubin keramik impor dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) kain impor," kata Agus.
Diketahui sebelumnya, PMI Manufaktur Indonesia mencapai 49,2 pada September 2024, lebih tinggi dari 48,9 di bulan sebelumnya tetapi masih di bawah skor netral 50. Angka di bawah 50 mengindikasikan pelemahan, sementara skor di atasnya menunjukkan ekspansi.
“Kinerja perekonomian sektor manufaktur Indonesia yang mengecewakan berkaitan dengan kondisi makro ekonomi global yang sedang lesu pada September," kata Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence Paul Smith dalam keterangan resmi pada Selasa (1/10/2024).
(Febrina Ratna)