IDXChannel - Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Muhammad Adil menghebohkan pemberitaan karena meluapkan kekesalannya ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Dalam acara Rakornas Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah Se-Indonesia, saat bertemu dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Lucky Alfirman, Adil mengeluhkan dana bagi hasil (DBH) migas yang sedikit diterima oleh kabupaten yang dipimpinnya.
Kekesalan itu ditayangkan channel Diskominfotik Provinsi Riau akhir pekan lalu.
Menurut Adil, Meranti merupakan salah satu daerah produsen minyak terbesar di Indonesia. Daerah itu kata dia mampu memproduksi minyak mentah hingga 7.500 barel per hari saat ini, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barel per hari. Produksi itu pun telah membuat 103 sumur minyak kering.
"Minyak kami pak, 103 sumur kering, kalau 100 sumur lagi kering miskin total, kami tidak perlu bantuan dari provinsi, dari pempus, serahkan saja duit minyak kami, sudah selesai itu," ucap Adil.
Jumlah produksi itu pun menurutnya sudah hampir menyamai target yang diberikan SKK Migas, yaitu 9.000 barel per hari. Untuk mengejar target itu, Meranti menurutnya terus gencar melakukan penggalian sumur dari tahun ini 15 sumur, hingga 2023 sebanyak 19 sumur minyak mentah.
Polemik Dana Bagi Hasil Migas
Menurut Adil, dengan kinerja produksi itu uang dari hasil produksi yang telah diserahkan Meranti ke pemerintah pusat disebut tidak diberikan secara benar.
Menurutnya, dari yang tahun ini yang seharusnya menerima sebesar Rp 114 miliar, hanya naik sekitar Rp 700 juta untuk tahun depan.
Ia berpendapat, dana yang tidak terserahkan ini menjadi masalah karena Meranti merupakan daerah miskin esktrem dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68%.
"Ini karena kami daerah miskin kalau kami kaya kami biarkan saja mau diambil Rp10 triliun pun enggak apa. Kami daerah miskin, daerah ekstrem. Jadi kalau daerah miskin, bapak ibu ambil uangnya entah dibawa ke mana, pemerataan, pemerataan ke mana?" ujar Adil.
Sementara itu, secara umum berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dana bagi hasil (DBH) migas yang ditransfer pemerintah pusat ke daerah senilai Rp 10,03 triliun pada 2020.
Di tahun tersebut, 5 Pemda provinsi di Sumatera masuk dalam daftar penerima DBH minyak bumi terbesar. Sementara 3 provinsi lainnya yang memiliki DBH terbesar ada di Jawa, 1 di Papua dan 1 di Kalimantan.
Riau tercatat sebagai Pemda provinsi yang menerima DBH minyak bumi terbesar, yakni Rp 1,08 triliun atau 37,71% dari total DBH ke pemda provinsi.
Namun, pendapatan DBH terpantau menurun pada 2021 yang hanya mencapai Rp 346,1 miliar. (Lihat grafik di bawah ini.)
DBH yang ditransfer ke kas Kabupaten atau Kota harus memenuhi kriteria di antaranya:
- DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% berasal dari penerimaan negara sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah kabupaten atau kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
- DBH pertambangan minyak bumi wilayah kabupaten atau kota sebesar 15% dibagi dengan rincian:
- 3% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan
- 6% dibagikan untuk kabupaten atau kota penghasil, dan
- 6% dibagikan untuk seluruh kabupaten atau kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
- DBH pertambangan minyak bumi sebesar 0,5% dibagi dengan rincian:
- 0,1% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan
- 0,2% dibagikan untuk kabupaten atau kota penghasil, dan
- 0,2% dibagikan untuk seluruh kabupaten atau kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
- DBH pertambangan minyak bumi wilayah kabupaten atau kota dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten atau kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.