Algo research juga menyoroti pertumbuhan industri padat karya seperti tekstil, pertanian dan perdagangan grosir dan eceran telah kehilangan momentum dalam satu tahun terakhir.
Di sisi lain, pertumbuhan logam dasar terus meningkat dari produk bernilai tambah seperti baja tahan karat.
“Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi kita tetap stagnan di 5% karena kinerja yang lebih baik di satu sektor saja, namun juga mencatatkan kinerja yang buruk di sektor lain.” kata laporan Algo Research.
Kondisi ini menunjukkan distribusi kekayaan yang semakin tidak merata antara pemangku kepentingan padat modal (kelas atas) dan padat karya (menengah ke bawah) yang berarti sinyal yang kurang baik bagi perekonomian nasional.
Perlambatan ekonomi global juga memerburuk situasi. Sektor padat karya seperti industri tekstil, pakaian, kulit dan lainnya mengalami penurunan permintaan di pasar-pasar utama seperti Eropa dan Amerika Serikat. Sebagai contoh, permintaan produk tekstil dari AS turun 29% YoY dan dari Eropa juga terkontraksi 30% YoY per Februari 2023.
Hal ini memperburuk situasi di industri tersebut, terutama karena sektor ini belum pulih sepenuhnya dari pandemi.
Dampaknya, fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) tak terhindarkan. PHK terjadi kepada 919.000 karyawan yang terjadi sepanjang 2022. Angka ini bahkan hampir mengimbangi 1,3 juta pekerjaan tambahan dari investasi FDI dan DDI. Jika tren ini berlanjut, dampaknya terhadap lapangan kerja bisa menjadi negatif.
“Sebagai kesimpulan, meskipun kami tidak menyangkal efek positif pada investasi yang lebih tinggi di sektor padat modal, kami pikir perbedaan dengan sektor padat karya yang menurun perlu diatasi,” pungkas laporan tersebut. (ADF)