Eniya juga mengungkapkan, di RUU EBET ini nanti, semua badan usaha yang mengusahakan kegiatan untuk menurunkan emisi mendapatkan insentif melalui nilai ekonomi karbon.
"Salah satu keuntungan RUU EBET ini kalau telah disahkan semua badan usaha yang saat ini sudah pasang solar panel, sudah berkontribusi di biomassa, dan mengusahakan penurunan emisi mendapatkan insentif dari nilai ekonomi karbon. Ini kalau disahkan, nilai ekonomi karbon berjalan. Kalau UU ini tidak disahkan, tidak ada insentif. Insentif inilah yang paling utama di RUU EBET ini," kata dia.
Eniya menambahkan, hal lain yang juga mendesak pengesahan RUU EBET adalah untuk memuluskan jalan dalam penyediaan listrik untuk daerah yang masih kekurangan akses listrik. Terutama di daerah Indonesia Timur yang masih banyak menggunakan listrik dari diesel yang harganya jauh lebih tinggi dari kawasan Indonesia lainnya.
"Tetapi begitu kita bicara baterai, harganya bisa di bawah USD30, sementara diesel bisa mencapai USD50. Berarti EBET lebih murah di situasi seperti ini. Yang paling penting listrik di Indonesia Timur ini. Itu yang menggugah rasa bahwa UU EBET ini harus segera diselesaikan," ujar Eniya.
(Dhera Arizona)