Kemudian, berdasarkan Permendag No 3 nomor tahun 2022 Pasal 7, disebutkan bahwa pelaku usaha (produsen minyak goreng) akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar. Dalam Permendag tersebut, HET ditetapkan Rp 14.000 per liter.
Jika dilihat dari ketentuan tersebut, kata Chandra, artinya pemerintah mempunyai utang selisih pembayaran yang harus dibayarkan namun harus melalui proses verifikasi yang panjang sesuai dengan aturan.
Namun, sayangnya pada saat itu Kementerian Perdagangan mengalami keterlambatan untuk menujuk verifikator sehingga berimbas pada verifikasi yang memakan waktu panjang.
Niat ingin membayar, namun Menteri Perdagangan yang baru yakni Zulkifli Hasan justru mencabut Permendag Nomor 3 Tahun 2022 tersebut dan mengganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
"Permendag lama dicabut diganti dengan Permendag baru yang artinya Permendag lama itu sudah menyatakan (utang) tidak berlaku. Jadi kami melihat bahwa di sini pelaku usaha itu mengalami kerugian dan kerugian operasional mereka karena waktu yang cukup panjang itu," pungkasnya.
(FRI)