Keempat, peningkatan efek multiplier melalui penandatanganan 10 GSA dengan total nilai USD1,2 miliar atau setara dengan Rp18,9 triliun, serta penandatanganan 8 Procurement Contract senilai USD428 juta atau setara Rp6,4 triliun, yang dilakukan pada saat pembukaan Supply Chain & National Capacity Summit beberapa hari lalu.
Kelima, pemerataan ekonomi dan membuka lapangan kerja baru. Industri Hulu Migas melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) yang berorientasi untuk menciptakan kesejahteraan sosial.
"Pada tahun 2024 ini, telah diperoleh Kesepakatan Anggaran PPM sebesar USD35,38 juta atau sebesar Rp530 miliar, naik sebesar 127 persen dari tahun 2023 yang sebesar USD27,7 Juta," kata Hudi.
Keenam, industri hulu migas turut berkontribusi dalam upaya mengurangi emisi karbon. Industri hulu migas telah meluncurkan 6 inisiatif untuk pengurangan karbon. Selain program CCS, Energy management, Zero Routine Flaring dan lain-lain.
"Setiap tahunnya industri hulu migas menargetkan penanaman 2 juta pohon dan sejak diluncurkannya renstra IOG 4.0 pada tahun 2020 telah menanam 8.5 juta pohon," ujarnya.
Lebih lanjut, Hudi mengatakan industri hulu migas telah menjadi penyumbang kedua terbesar penerimaan negara setelah pajak dengan total kontribusi sebesar Rp5.045 triliun selama kurang lebih dua dekade terakhir.
Bahkan pada 2023, investasi industri hulu migas mencapai USD13,7 Miliar atau setara Rp206 triliun, meningkat 13 persen dari realisasi 2022 dan lebih tinggi 5 persen dari LTP serta di atas tren investasi E&P Global.
"Upaya kita untuk terus mencari dan mengembangkan cadangan migas baru berhasil mempertahankan Reserve Replacement Ratio (RRR) di atas 100 persen selama enam tahun berturut-turut, kita juga telah menyelesaikan proyek-proyek besar seperti Lapangan Jangkrik, Lapangan Jambaran Tiung Biru, dan Tangguh Train 3,” ujarnya.
Pasokan gas untuk kebutuhan domestik telah melebihi ekspor sejak 2012, yang merupakan bagian dari upaya kita memperkuat ketahanan energi nasional.
Hudi menambahkan, kegiatan usaha hulu migas, seperti pengeboran dan eksekusi proyek, juga turut menciptakan efek multiplier yang signifikan melalui penerapan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), yang mencapai 58 persen dari total belanja dan penyediaan lapangan kerja untuk150 ribu pekerja.
Hudi mengakui masih ada tantangan yang dihadapi oleh industri migas ke depan berupa ketertinggalan produksi migas kita dari target yang ditetapkan. Selain itu kita memiliki gap yang sangat signifikan yang harus kita jembatani untuk mencapai target produksi Long Term Plan 1 juta BOPD dan 12 BSCFD.
"Untuk tahun 2024, dari target produksi minyak LTP sebesar 709.000 BOPD, produksi baru mencapai 579.000 BOPD, artinya terdapat kekurangan sebesar 130.000 BOPD yang perlu kita atasi. Sedangkan untuk gas, target LTP untuk tahun 2024 adalah 6.736 MMSCFD, tetapi produksi saat ini hanya mencapai 5.334 MMSCFD, mengakibatkan selisih sebesar 1.402 MMSCFD yang masih perlu diisi," kata Hudi.