Firman juga menjelaskan jika cita-cita dan semangat UU Cipta Kerja No 11 tahun 2020 jelas, bahwa penyederhanaan terhadap berbagai regulasi dan pelayanan di masyarakat dimudahkan guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi dalam menghadapi masa pendemi dan pasca pandemi yang salah satunya melalui Usaha Kecil dan Menengah.
“UKM itu bumper pemulihan ekonomi nasional. UU Cipta Kerja belum terlaksana di lapangan tetapi UKM sudah akan ditimpa beban pengenaan pajak sembako dan pendidikan. Saya pikir ini kebijakan yang keblinger dan tidak ketemu nalar sehat. Kecuali kalau Menkeu kita sengaja ingin menjatuhkan kredibilitas pemerintahan Jokowi, ini menjadi persoalan politik lain," ungkap Firman.
Oleh karenanya Firman menghimbau para koleganya di DPR yang akan membahas revisi UU KUP agar menolak dan membatalkan pasal-pasal yang berpotensi memberatkan masyarakat. Di sisi lain, Firman juga memberikan contoh pembebasan pungutan PPN-BM kendaraan bermotor dan pembebasan pajak bagi orang Indonesia yang membawa penerimaan deviden dari investasi di luar negeri untuk investasi di dalam negeri yang dilakukan pemerintah melalui UU Cipta Kerja yang seharusnya didorong oleh Menteri Keuangan. Bukan dengan membuat kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
“Wacana penambahan kewenangan PPNS DJP yang berlebihan ini pernah dimasukkan dalam RUU Cipta Kerja dan sudah ditolak oleh DPR, ini Menteri Keuangan apakah sedang coba-coba mau bermain api? Saya tidak habis pikir sebenarnya ini gagasan siapa?” tambah Firman. (TYO)