Dia mengatakan potensi kenaikan biaya hidup akibat adanya transisi energi semakin besar di masa pemulihan ekonomi yang rapuh dan masih belum pulih dari pandemi Covid-19. Lantas, Sri menyebut hal ini menjadi pilihan politik yang sulit, bukan hanya bagi Indonesia, tetapi bahkan negara-negara lain.
"Pemerintah sendiri butuh banyak diskusi untuk menentukan kebijakan seperti apa yang akan dipilih kelak, tapi Indonesia sendiri sudah berkomitmen mendorong target nett zero melalui proses transisi energi," kata Sri.
Hal ini tidaklah mudah karena transisi energi juga berdampak terhadap sektor pembiayaan. Dia menyebutkan bahwa alokasi per tahun untuk anggaran perubahan iklim rata-rata adalah Rp89,6 triliun. Angka ini mencakup 3,6% dari total pengeluaran pemerintah.
"Indonesia masih membutuhkan sekitar Rp3.461 triliun untuk mitigasi dan adaptasi iklim, atau Rp266 triliun per tahunnya, jadi alokasi APBN tiap tahun masih jauh dari total yang dibutuhkan. Maka dari itu, kita butuh bantuan dan dukungan dari semua pemangku kepentingan, tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya pemerintah sendiri," ujar Sri.
(FRI)