sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sri Mulyani Dilema Soal Transisi Energi, Minim Anggaran hingga Biaya Hidup Mahal

Economics editor Michelle Natalia
14/09/2022 12:55 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan dilema terkait transisi energi. Terutama di tengah situasi global saat ini yang serba tak pasti.
Sri Mulyani Dilema Soal Transisi Energi, Minim Anggaran hingga Biaya Hidup Mahal. (Foto: MNC Media)
Sri Mulyani Dilema Soal Transisi Energi, Minim Anggaran hingga Biaya Hidup Mahal. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan dilema terkait transisi energi. Terutama di tengah situasi global saat ini yang serba tak pasti.

Dia bahkan menyebut  transisi energi sulit dicapai di tengah tantangan inflasi yang tinggi. Itu karena transisi energi berisiko menimbulkan dampak negatif jangka pendek berupa kenaikan harga.

“Transisi menuju ekonomi hijau tidaklah mudah karena juga akan berimplikasi terhadap sumber daya," ujar Sri dalam acara HSBC Summit 2022 'Powering the Transition To Net Zero' secara virtual, Rabu (14/9/2022).

Sri juga menyebut transisi energi dapat menimbulkan dislokasi, dan terkadang menyebabkan peningkatan biaya hidup bagi masyarakat, terutama pada tahap transisi yang sangat awal.

"Risiko kenaikan biaya hidup ini kian menantang karena perekonomian dunia saat ini juga menghadapi tantangan inflasi tinggi. Harga konsumen melonjak di banyak negara, bahkan di Indonesia sendiri inflasi telah melampaui batas atas target bank sentral 4%," tegas Sri.

Dia mengatakan potensi kenaikan biaya hidup akibat adanya transisi energi semakin besar di masa pemulihan ekonomi yang rapuh dan masih belum pulih dari pandemi Covid-19. Lantas, Sri menyebut hal ini menjadi pilihan politik yang sulit, bukan hanya bagi Indonesia, tetapi bahkan negara-negara lain.

"Pemerintah sendiri butuh banyak diskusi untuk menentukan kebijakan seperti apa yang akan dipilih kelak, tapi Indonesia sendiri sudah berkomitmen mendorong target nett zero melalui proses transisi energi," kata Sri. 

Hal ini  tidaklah mudah karena transisi energi juga berdampak terhadap sektor pembiayaan. Dia menyebutkan bahwa alokasi per tahun untuk anggaran perubahan iklim rata-rata adalah Rp89,6 triliun. Angka ini mencakup 3,6% dari total pengeluaran pemerintah.

"Indonesia masih membutuhkan sekitar Rp3.461 triliun untuk mitigasi dan adaptasi iklim, atau Rp266 triliun per tahunnya, jadi alokasi APBN tiap tahun masih jauh dari total yang dibutuhkan. Maka dari itu, kita butuh bantuan dan dukungan dari semua pemangku kepentingan, tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya pemerintah sendiri," ujar Sri.

(FRI)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement