Dengan kenaikan inflasi, maka respon yang sangat perlu adalah dari kebijakan moneter dan fiskalnya. Kendati demikian, dia memahami bahwa inflasi ini sebagian sangat besar adalah karena adanya sisi supply yang terdisrupsi dan juga demand side dengan pemulihan ekonomi memberikan kontribusi.
"Jadi kita harus balanced untuk mengelolanya pada hari ini dan ke depannya. Seluruh komoditas terutama minyak, gas, dan mineral serta makanan mengalami kenaikan yang cukup signifikan jika dihitung sejak awal tahun 2022 atau bahkan sejak 2021 dimana sebetulnya kenaikan (harga) komoditas itu sudah mulai terjadi," terang Sri.
Ekspansi dari kegiatan ekonomi terlihat dari sisi manufaktur, namun sudah terlihat adanya tanda-tanda stagnasi dari ekspansi tersebut. Ini artinya terjadi kenaikan terus menerus tetapi sudah mulai ada saturasi karena adanya kenaikan harga dan confidence di masyarakat yang mengalami tekanan karena adanya inflasi yang tinggi.
"Di saat inflasi tinggi, Amerika Serikat (AS) dipaksa untuk melakukan adjustment dari kebijakan moneter dengan menaikkan Fed Funds Rate, juga dari sisi pengetatan likuiditas," tambahnya.
Sri menjelaskan bahwa ini bisa menimbulkan gejolak volatilitas karena peranan dolar AS (USD) dalam transaksi dunia lebih dari 60%, sehingga ini akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap seluruh dunia.