Dia mengatakan, pemerintah mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 yang telah disetujui dan disahkan oleh Ibu Bapak Anggota DPR menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 2020, yang memberikan landasan hukum yang kuat agar pemerintah dapat lebih fleksibel, responsif dan antisipatif dalam penanganan pandemi COVID-19 yang sangat diwarnai dengan ketidakpastian. Kebijakan ekonomi makro dan kebijakan fiskal di masa pandemi ditujukan untuk countercyclical dan menahan guncangan (shock absorber) untuk menangani merosotnya sisi permintaan (aggregate demand) maupun sisi supply.
"Kebijakan fiskal bekerja sangat keras sebagai instrumen utama dan paling depan menangani potensi katastropi krisis ekonomi dan keuangan. Sebagai konsekuensi, batas atas defisit APBN diijinkan melebihi 3% PDB untuk tiga tahun yaitu 2020, 2021 dan 2022. Kebijakan Fiskal (APBN) tidak mungkin bekerja sendiri menghadapi tantangan ekonomi yang multidimensi, diperlukan bauran kebijakan dan sinergi yang kuat dengan otoritas moneter Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dalam forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)," ungkap Sri.
Dia melanjutkan, OJK telah berperan dalam menjaga kesinambungan stabilitas sistem keuangan sekaligus memberikan bantalan kepada dunia usaha melalui program restrukturisasi kredit serta kebijakan strategis lainnya sejak awal pandemi. Sementara Bank Indonesia juga mengambil peran penting dalam mendukung pemulihan ekonomi melalui kebijakan yang akomodatif serta menjaga agar pasar SBN tetap kondusif. Dukungan skema burden sharing baik sebagai standby buyer pada setiap lelang maupun bersama-sama mendukung pembiayaan kebijakan fundamental terbukti ampuh dalam menjaga stabilitas pasar SBN di masa pandemi.
"Dengan respons dan koordinasi kebijakan yang cepat, masif dan komprehensif, didukung anggaran (kebijakan fiskal) yang memadai, pandemi dapat tertangani secara efektif dan pemulihan ekonomi mulai berjalan secara merata, baik sisi produksi dan sektoral, daerah dan dari komponen permintaan antara konsumsi, investasi dan ekspor," tambah Sri.
Dengan momentum pemulihan ekonomi tersebut, sambung dia, peranan instrumen fiskal dapat disesuaikan sehingga dapat kembali pulih sehat, terjaga sustainabilitas dan kredibilitas dalam jangka menengah panjang.