Alasan lain penurunan pinjaman lebih berkaitan dengan perlambatan ekonomi China sendiri.
Proyeksi ke depan
Studi ini menunjukkan bahwa pinjaman ke Afrika di masa depan dapat mencakup lebih sedikit pinjaman skala besar yang nilainya melebihi $500 juta (sekitar Rp 7,7 triliun) dan diperkirakan lebih banyak pinjaman di bawah $50 juta (di bawah Rp 770 miliar).
“Pemerintah di Afrika akan terus memiliki permintaan karena defisit infrastruktur dan target iklim, namun pemberi pinjaman China kemungkinan akan menanggapi permintaan utang tersebut dengan parameter kebijakan baru,” kata Moses kepada VOA.
“Secara umum, kami memperkirakan jumlah pinjaman China akan pulih karena (meningkatnya) permintaan negara-negara Afrika. Tapi rebound ini kemungkinan besar tidak akan kembali ke level sebelumnya,” ujarnya.
Cobus Van Staden, seorang analis di China Global South Project, sepakat bahwa suku bunga pinjaman tidak akan pernah lagi mencapai tingkat yang terlihat pada tahun 2016.