IDXChannel - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dan Pertalite terus dikeluhkan oleh masyarakat lantaran memicu kelangkaan pasokan di sejumlah wilayah. Tak terkecuali juga kalangan petani yang meski kerap luput dari perhatian, namun juga terdampak oleh kelangkaan BBM.
Terbaru, Dekan Sekolah Vokasi IPB University sekaligus pengamat pertanian, Arief Daryanto, menyebut bahwa kelangkaan BBM bersubsidi jenis Solar juga sangat terasa saat dia berkunjung ke Jawa Timur, di mana terjadi antrean di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) yang sangat panjang.
Arief mengemukakan, sekarang ini aktivitas perekonomian masyarakat sudah mulai meningkat karena adanya pelanggoran PPKM, di mana hal itu juga mendorong aktivitas perekonomian masyarakat.
"Di sini perhitungan alokasi BBM jenis solar untuk berbagai daerah dan juga untuk berbagai keperluan perlu direvisi. Selain itu, kata dia, perlu juga adanya relaksasi distribusi solar bersubsidi di seluruh Indonesia," ujarnya, Senin (18/4/2022).
Lantas, bagaimana dampaknya pada sektor pertanian? Pengamat Pertanian dari IPB itu terus terang bahwa BBM solar bersubsidi sangat penting untuk pertanian. Sehingga jika terjadi kelangkaan maka akan berimbas pada produktvitas petani.
Misalnya, di kegiatan produksi, penanganan dan penyimpanan pasca panen, pengolahan, lalu kemudian juga distribusi logistik, semua proses itu membutuhkan bahan bakar solar.
"Sebagai contoh di sektor produksi, saat ini para petani banyak yang menunggu panen. Kemudian banyak sawah yang sekarang ini diakhiri dari pompa air. Jika solarnya sulit didapatkan maka pengairan akan terhambat. Lalu, jika pengairan terhambat maka akan terjadi food loss," papar Pengamat Pertanian itu.
Lanjut dipaparkan Arief, contoh lain juga saat pasca panen. Misalnya petani nanam jagung ataupun padi, seringkali petani membutuhkan alat pengering supaya kadar laktosanya itu rendah. Karena jika kadar laktosanya tinggi, maka komoditas yang dihasilkan jadi tidak sehat. Maka dari itu, jika tidak ada solar, alat pengering tidak bisa berfungsi dengan sangat baik.
Kemudian setelah panen, proses selanjutnya adalah pengantaran dari tempat produksi ke gudang penyimpanan. Proses ini membutuhkan jasa logistik. Jika pada proses pengiriman logistik itu terganggu karena alasan sulit mendapatkan solar, maka akan berdampak pada konsumen. Di mana konsumen harus menanggung beban biaya pengangkutan yang lebih tinggi sehingga harga komoditas yang dijual di pasar menjadi lebih mahal.
"Jadi ini justru malah menambah volatiliti harga pertanian yang sekarang ini minyak goreng sudah meningkat lalu kemudian BBM meningkat, ditambah lagi komoditas pertanian meningkat," terangnya.
Menurut kaca matanya, dari semua ini yang dirugikan adalah masyarakat luas, karena daya belinya menjadi rendah. Logikanya, saat harga beli meningkat tapi tidak diimbangi dengan kemampuan ekonomi maka daya belinya jadi menurun.
Lebih lanjut, ia berpendapat, kelangkaan BBM bersubsidi ini perlu check and recheck. Karena diduga ada penyelewengan dari sektor industri. Misalnya, industri kelapa sawit dan pertambangan membeli solar yang bersubsidi itu.
"Jika dilihat, pangsa pasar BBM subsidi sebanyak 93 persen, 7 persen sisanya adalah BBM nonsubsidi yang dijual dengan harga keekonomian. Karena berdasarkan data yang ada, penjualan BBM nonsubsidi menurun, sementara penjualan BBM subsidi meningkat," tutup Arief. (TSA)