IDXChannel - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai tidak ada urgensinya pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan solar pekan ini. Alasannya, kenaikan harga Pertalite menjadi Rp10.000 dan harga Solar menjadi Rp8.500 sudah pasti menyulut inflasi.
Menurut dia, kontribusi inflasi kenaikan harga pertalite diperkirakan sebesar 0,93 persen, sedangkan kenaikkan harga Solar diperkirakan sebesar 1,04 persen. Sehingga sumbangan inflasi kenaikan pertalite dan solar diperkirakan bisa mencapai 1,97 persen.
"Padahal inflasi pada Juli 2022 sudah mencapai 5,2 persen year on year (YoY), sehingga total inflasi akan mencapai 7,17 persen YoY, bandingkan dengan inflasi pada 2021 hanya pada kisaran 3 persen YoY,” kata Fahmy kepada MNC Portal, Rabu (24/8/2022).
Dengan inflasi sebesar 7,17 persen akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat sehingga menurunkan pertumbuhan ekonomi yang dicapai dengan susah payah sebesar 5,4 persen. Inflasi sebesar 7,17 persen juga akan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok yang memperberat beban rakyat, terutama rakyat miskin.
Fahmy berujar, rakyat miskin yang tidak pernah menikmati subsidi BBM lantaran tidak punya kendaraan bermotor juga harus berkorban akibat kenaikan harga BBM subsidi. Padahal, kata dia, dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan opsi kebijakan yang akan dipilih terkait subsidi BBM adalah tidak memberatkan beban rakyat miskin.