IDXChannel - Bank sentral di ekonomi utama dunia kompak menaikkan suku bunga sebesar 0,5% atau 50 basis poin (bps). Kenaikan ini merupakan strategi yang masih dipertahankan demi menjinakkan inflasi.
Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) mengawali dengan menaikkan suku bunga pada Rabu, (14/12). Disusul Bank Sentral Eropa atau ECB dan Bank of England juga melakukan langkah serupa minggu ini. Keduanya juga menaikkan suku bunga menjadi 2,5% untuk zona Euro dan Inggris pada Kamis, (15/12).
Mengutip DW, menanggapi keputusan ECB, Bank sentral berbasis di Frankfurt, Jerman mengikuti menaikkan suku bunga acuan untuk keempat kalinya tahun ini menjadi 2,5%.
Angka ini merupakan yang tertinggi untuk zona Euro sejak krisis finansial 2008. Meskipun ini masih berada di level lebih rendah dari sebelumnya.
Sebelumnya, dalam merespons krisis finansial 2008, bank sentral di sebagian besar ekonomi dunia kemudian beramai-ramai menurunkan suku bunga mereka ke posisi terendah yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Secara umum kondisi ini bertahan selama lebih dari satu dekade, hingga akhirnya dunia harus menghadapi serangkaian guncangan ekonomi dimulai dari pecahnya pandemi Covid-19.
Kenaikan Suku Bunga Sepanjang Tahun
Bank-bank sentral di sebagian besar dunia telah mengambil langkah serupa berulang kali sepanjang 2022.
Pada tahun 2022, ECB dan BoE secara signifikan lebih enggan bersikap hawkish daripada The Fed di AS untuk menaikkan suku bunga sepanjang tahun.
ECB menunggu hingga Juli untuk menaikkan suku bunga. Hal ini merubah patokan suku bunga pinjaman di zona Euro yang saat ini berkisar antara 2,5% dan 2,75%, jauh lebih rendah daripada di AS.
Christine Lagarde dari ECB mengatakan pada hari Kamis bahwa meskipun ada kemajuan dalam beberapa bulan terakhir, ia menyebut saat ini ekonomi dunia berada dalam permainan yang panjang.
Lagarde juga menambahkan bahwa ECB diperkirakan akan terus menaikkan suku bunga untuk sementara waktu.
"Kami menilai bahwa suku bunga masih harus naik secara signifikan dengan kecepatan yang stabil untuk mencapai tingkat yang cukup ketat untuk memastikan pengembalian inflasi tepat waktu ke target jangka menengah 2%," ucapnya dikutip DW.
Hal serupa juga disampaikan ketua The Fed beberapa saat setelah bank sentral AS itu mengumumkan kenaikan suku bunga dengan jumlah yang sama, meskipun ke tingkat yang lebih tinggi.
Sementara Bank of England telah menaikkan suku bunga menjadi 3,5%. Kenaikan ini pada terjadi untuk kesembilan kalinya dalam satu tahun, ke level tertinggi dalam 14 tahun.
Konsekuensinya, pembayar hipotek (KPR) bersiap untuk biaya pinjaman yang lebih tinggi, meskipun bank sentral Inggris ini mengatakan inflasi telah mencapai puncaknya dan akan memasuki "resesi yang berkepanjangan".
Anggota komite kebijakan moneter Bank (MPC) memilih untuk meningkatkan biaya pinjaman setelah indeks harga konsumen (CPI) Inggris pada bulan November menunjukkan inflasi tahunan sebesar 10,7%.
Gubernur Andrew Bailey mengatakan penurunan CPI dari 11,1% pada Oktober mengindikasikan bahwa inflasi mulai mereda dan dia memperkirakan penurunan yang cepat.
Menurut Bailey, kenaikan suku bunga dapat mencapai puncaknya di bawah 4,5% pada akhir tahun depan. Komentar tersebut sempat membuat pound jatuh terhadap dolar sebesar 2 sen.
Bailey memperkirakan kekurangan keterampilan di sektor tenaga kerja akan mendorong kenaikan upah lebih tinggi dan dan menghambat target penurunan inflasi sebesar 2%.
“Ada risiko [inflasi tidak akan turun] dengan cara itu, terutama karena pasar tenaga kerja dan pasokan tenaga kerja di negara ini sangat ketat. Dan itulah mengapa kami harus menaikkan suku bunga hari ini, karena kami melihat risiko itu sangat jelas,” katanya dikutip The Guardian, Jumat (16/12).