Hashim menjelaskan, pemerintah menilai power wheeling merupakan langkah awal menuju liberalisasi sektor ketenagalistrikan, yang berpotensi mengurangi kontrol negara.
Jika diterapkan, power wheeling dapat berdampak negatif terhadap keandalan listrik dan keterjangkauan tarif listrik bagi masyarakat.
Sebelumnya, Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Akmaluddin Rachim, juga menyambut baik penundaan Revisi Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) yang sempat memasukkan klausul power wheeling.
"Prinsip penolakan power wheeling tersebut penting untuk menjaga stabilitas sektor energi. Jika terganggu, harga listrik bisa ditentukan oleh mekanisme pasar, yang berisiko merugikan masyarakat," ujar Akmaluddin.
Menurut Akmaluddin, langkah tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi masyarakat.
"Penundaan tersebut membuktikan bahwa pemerintah masih berpihak kepada rakyat dengan menjaga tarif listrik agar tetap terkendali dan tidak melonjak akibat penerapan power wheeling," ujar Akmadluddin.