"Kami tidak pernah menerima pengaduan korban binary dan robot trading ini dari pendapatan menengah ke bawah, makanya mereka ini yang jadi korban punya akses, pengetahuan, tapi tidak peduli, makanya mereka harus berubah mindsetnya," ungkapnya.
Menurut Tongam, keuntungan yang menggiurkan membuat para korban terlena meskipun tidak masuk akal secara perhitungan. Hal ini sebenarnya menjadi ciri paling nyata investasi bodong dan seharusnya bisa dipahami masyarakat.
"Mungkin dulu Bapak Ibu ingat MeMiles, kita topup Rp 7 juta dapat Fortuner darimana akal sehat kita menerima itu? Tapi ratusan ribu orang ikut. Lalu bayar mobil Rp 50 juta dapat Rp 150 juta, tidak masuk akal," ujarnya. (TSA)