Sebab, sebelum ada UU Cipta Kerja, upah buruh memakai hitungan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK). Sedang dari pada 2020 yang lalu hingga saat ini, para buruh sudah tidak pernah mengalami kenaikan upah selain karena UMSK Hilang, penetapan UMP dan UMK dianggap buruh sangat kecil atau tidak pernah naik di atas 4 %.
“Kita hitung saja 13% dari UMK Medan 3.329.867 adalah bekisar 432.000, maka akan terjadi kenaikan menjadi 3.761.867, jika hari ini buruh Medan sudah bergaji 3.600.000 karena upah sektoral, pengusaha hanya menambah kenaikan upah buruhnya 161.000 saja untuk tahun 2023, hal ini wajar karena buruh sudah tidak naik gaji 3 tahun terakhir ini” papar Willy yang juga ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut.
Jika sebaliknya, Gubsu hanya menaikan Upah Buruh hanya 3 % saja, maka seluruh buruh di Sumut dapat dipastikan tidak akan mengalami kenaikan upah untuk ke empat kalinya. Sementara kata Willy, saat ini harga kebutuhan pokok sudah sangat melonjak, belum lagi dampak kenaikan BBM yang menambah menurunnya daya beli masyarakat khususnya kaum buruh.
“Jadi kami mohon sekali lagi, ayo Gubsu berani Diskresi untuk upah buruh Sumut, buruhmu sudah lama menderita, saatnya berempatilah kepada buruhmu agar bermartabat dan sejahtera,” pungkasnya.
Willy menegaskan, permintaan kenaikan upah sebesar 13 persen sangat lumrah. Selain berdasarkan perhitungan Inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, ada beberapa faktor lain yang pantas membuat upah dinaikkan hingga 13 persen.
"Salah satu faktornya, Gubernur sudah seharusnya peka terhadap buruh, boleh ditanya ke buruh Sumut saat ini, para buruh di kabupaten kota se Sumut sudah tidak mengalami kenaikan upah sejak kurun waktu 3 tahun terakhir ini," ungkap Willy.