Faktor kedua UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah yang mengebiri hak atas upah buruh. Menurutnya UMP dan UMK seolah kerap naik, tapi selain kenaikannya sangat minim hanya rata-rata 1 - 3 persen, ditambah lagi dengan adanya PP tentang pengupahan dalam UU Cipta Kerja yang sangat mengebiri hak buruh, di mana Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK) yang dihapuskan, para buruh hanya menerima UMK saja yang harusnya ada kenaikan 5 - 15 % dari UMK yang ditetapkan sebelumnya.
"Jadi sejak Tahun 2020 upah buruh tidak mengalami kenaikan, karena hampir 90 persen pekerja buruh Sumut itu sebelum ada UU Cipta Kerja upahnya UMSK bukan UMK, maka kalaupun naik selama dua tahun ini, upah mereka masih lebih dari UMP atau UMK yang ditetapkan," ujar Willy.
"Saya mencontohkan Pada 2021 lalu naik sebesar Rp 107.341 atau naik 3,3 % tahun itu, dari Rp 3.222.526, naik menjadi Rp 3.329.867, akan tetapi tahun itu sebelumnya para buruh Medan sudah menerima upah dari Pengusaha memakai hitungan UMSK atau upah sektoral masing-masing Industri, yang bekisar Rp 3.500.000 hingga Rp 3.600.000 ini upah mereka di bawah tahun 2020, nah bisa dibayangkan hingga saat ini walau UMK Medan naik, mereka tidak akan menerima kenaikan upah karena dianggap pengusaha mereka sudah lebih upahnya," papar Willy.
Faktor ketiga, biaya hidup dan kebutuhan pokok masyarakat sudah sangat melambung tinggi, diketahui naiknya harga BBM baru-baru ini yang sangat tinggi terasa sulit bagi kalangan buruh dan masyarakat luas, di mana semua harga kebutuhan pokok, sembako, sewa menyewa rumah, uang sekolah, ongkos angkot dan kebutuhan hidup lainnya mengalami kenaikan signifikan.
"Buruh saat ini sudah jatuh tertimpa tangga, upah murah karena kenaikan yang dikebiri UU Cipta Kerja, sekarang kebutuhan pokok tak sanggup mereka penuhi, hidup mereka sudah banyak gali lubang tutup lubang, hutang sana sini," ketus Willy.
Ketiga faktor itulah, lanjut Willy yang harus mendasari Gubernur Sumatera Utara dapat mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap rakyatnya khususnya buruh Sumut yang hidupnya semakin sulit saat ini.
" Tuntutan 13 persen itu juga sesuai dengan peraturan yang ada, kalau Gubernurnya berani bijaksana tidak takut intervensi dari siapa pun," tegas Willy.
Partai Buruh Sumut juga menyatakan sikapnya, mendukung gerakan serikat pekerja serikat buruh yang melakukan aksi unjuk rasa dalam memperjuangkan upah buruh di Sumut nantinya.
"Dalam waktu dekat jika tuntutan kami ini tidak dipenuhi, maka kami juga akan gelar aksi bersama serikat pekerja serikat buruh yang ada di Sumut, dan mungkin pada Desember 2022 kita rencanakan mogok kerja nasional secara besar besaran jika tetap tidak digubris pemerintah," tandasnya.
(FRI)