Bahkan, Tiko sapaan akrab Kartika menyebut, pihaknya menargetkan bisa melakukan restrukturisasi hingga USD1,5 miliar atau setara Rp21,4 triliun (kurs Rp14.400 per USD).
Jika EBITDA Garuda tidak sampai di angka USD200-250 juta, maka kondisi keuangan normal maksimum rasionya harus 6 kali. Jadi, sekitar USD250 juta dikali 6 atau USD1,5 miliar. Di atas itu Garuda tidak bisa going concern, karena tidak mampu membayar utang-utangnya.
Sementara itu, empat opsi yang sebelumnya ditawarkan pemegang saham diantaranya, pertama, pemerintah terus mendukung kinerja Garuda melalui pinjaman ekuitas. Opsi ini merujuk pada praktik restrukturisasi pemerintah Singapura terhadap salah satu penerbangan nasional negara setempat, yakni Singapore Airlines.
Kedua, menggunakan legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda, seperti utang, sewa, dan kontrak kerja. Dalam catatan pemerintah, opsi ini masih mempertimbangkan Undang-Undang (UU) kepailitan, apakah regulasi memperbolehkan adanya restrukturisasi. Opsi ini merujuk pada penyelamatan Latam Airlines milik Malaysia
Ketiga, Garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi. Pada saat bersamaan, mulai mendirikan perusahaan maskapai penerbangan domestik baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda. Bahkan, menjadi national carrier di pasar domestik.