sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Waspada Inflasi AS, Deretan Negara Ini Terguncang Akibat Inflasi Terlalu Tinggi

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
14/09/2022 11:23 WIB
Inflasi yang tidak terkontrol selalu berakhir buruk buat perekonomian suatu negara.
Waspada Inflasi AS, Deretan Negara Ini Terguncang Akibat Inflasi Terlalu Tinggi. (Foto: MNC Media)
Waspada Inflasi AS, Deretan Negara Ini Terguncang Akibat Inflasi Terlalu Tinggi. (Foto: MNC Media)

Pada 2014, tingkat inflasi tahunan Venezuela mencapai 69 persen, yang merupakan tertinggi di dunia. Di tahun berikutnya, tingkat inflasi bahkan mencapai 181 persen. Angka tersebut mencapai 800 persen pada tahun 2016, lebih dari 4.000 persen pada tahun 2017, dan sekitar 1.700.000% pada tahun 2018. Angka ini mencapai puncaknya 2.000.000 persen dan resmi menempatkan Venezuela pada kondisi hiperinflasi.

Pada Januari 2016, tingkat pengangguran adalah di Venezuela juga menembus 18,1 persen. Pada Oktober 2019, tingkat pengangguran mencapai 35 persen. Kondisi ini menyebabkan banyak anak muda beremigrasi ke negara-negara lain untuk bertahan hidup.

Di tahun 2022, Sri Lanka menjadi negara yang paling terdampak akibat guncangan ekonomi dalam negeri. Mengutip Visual Capitalist, salah satu penyebab utama krisis ekonomi di Sri Lanka adalah ketergantungannya pada impor.

Selain itu, inflasi pangan sempat meningkat 57 persen di bulan Mei 2020, dengan current consumer inflation 39 persen.

Pada 2021, total impor Sri Lanka mencapai USD20,6 miliar dan setahun kemudian total impor hingga Maret 2022 mencapai USD5,7 miliar.

Sedangkan tingkat cadangan mata uang asing yang dilaporkan negara tersebut hanya berada di angka USD50 juta setelah anjlok 99 persen, dari USD7,6 miliar pada 2019.

Beberapa impor teratas pada tahun 2021, menurut data bank sentral negara tersebut di antaranya minyak bumi olahan dengan nilai USD2,8 miliar, tekstil USD3,1 miliar, produk kimia USD 1,1 miliar, hingga makanan dan minuman mencapai USD1,7 miliar. Tanpa adanya cadangan devisa yang mumpuni, kondisi tersebut menempatkan Sri Lanka pada situasi krisis yang semakin drastis.

Selain itu, utang yang ditimbulkan Sri Lanka sangat besar. Kondisi ini yaang semakin menghambat kemampuan untuk meningkatkan cadangan devisa negara. Baru-baru ini, Sri Lanka gagal membayar pinjaman USD78 juta dari kreditur internasional, dan secara total, memiliki hutang luar negeri USD50,7 miliar.

Sumber terbesar utang mereka sejauh ini berasal dari pinjaman pasar, diikuti oleh pinjaman yang diambil dari Bank Pembangunan Asia, Cina, dan Jepang.

Jika belajar dari beberapa negara tersebut, Indonesia perlu memperhatikan beberapa indicator untuk mencegah dampaknya bagi perekonomian nasional.

Di antaranya impor BBM yang selama ini menjadi jalan satu-satunya pemenuhan energi nasional dan perlunya kebijakan mitigasi dalam merespon ancaman kenaikan suku bunga akibat guncangan ekonomi AS. (ADF)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement