"Karena tekanan inflasi membuat permintaan konsumen terganggu, meski ada pelonggaran saat pandemi landai. biaya logistik untuk distribusi bahan baku juga naik, menambah beban biaya produksi," lanjut Bhima.
Menurutnya, ekspor Indonesia bakal terganggu akibat adanya penurunan permintaan dari negara tujuan ekspor. Sebab daya beli masyarakatnya pun turun.
"Sepanjang semester II 2022, proyeksi surplus neraca dagang hanya mencapai US$8-10 miliar," kata Bhima.
Selain itu, inflasi yang bersifat kontinu akan meningkatkan risiko percepatan kenaikan suku bunga, beberapa pelaku usaha yang alami kenaikan debt to equity ratio akan berat saat melakukan refinancing utang.
"Daya beli masyarakat juga bisa melemah dan cenderung saving atau berhemat," pungkasnya. (FRI)