sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

World Bank ‘Ramal’ Prospek Ekonomi Indonesia Masih Perkasa, Apa Faktornya?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
15/12/2022 15:14 WIB
Menurut World Bank, pertumbuhan ekonomi RI telah didorong oleh akselerasi konsumsi swasta setelah dicabutnya pembatasan sosial.
World Bank ‘Ramal’ Prospek Ekonomi Indonesia Masih Perkasa, Apa Faktornya? (Foto: MNC Media)
World Bank ‘Ramal’ Prospek Ekonomi Indonesia Masih Perkasa, Apa Faktornya? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Bank Dunia meluncurkan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Desember 2022, pada Kamis (15/12/2022).

Dalam laporan tersebut, Indonesia diproyeksikan mengalami pertumbuhan kuat sebesar 5,2% di tahun.

Kondisi ini disebut berkat dibukanya kembali perekonomian pasca Covid-19 serta naiknya harga-harga komoditas, dengan pertumbuhan diharapkan terjaga di angka rata-rata 4,9 % selama jangka menengah (2023-25), mengutip press rilis Bank Dunia hari ini.

Kondisi ekonomi Indonesia tetap stabil di tengah guncangan di tingkat global, menurut edisi terakhir laporan tersebut.

Meskipun mengalami peningkatan, mencapai 5,7 % year-on-year (yoy) pada bulan Oktober, dan harga pangan meningkat sebesar 7,9 % yoy pada September, inflasi diproyeksikan mencapai puncaknya pada tahun 2023 di angka 4,5%.

Kondisi ini diperkirakan tetap berada pada sasaran batas atas Bank Indonesia di kisaran rata-rata 3,5 % sepanjang tahun 2024 hingga 2025.

Indikator lainnya seperti fiscal balance (keseimbangan fiskal) diproyeksikan masih akan terkontraksi hingga 2025 namun dengan angka yang semakin mengecil.

Lebih lanjut, defisit fiskal diproyeksikan tetap berada di bawah 3% dari target PDB pemerintah pada 2023 berkat penerimaan dari reformasi pajak dan pengeluaran terkait Covid-19 dihentikan. (Lihat tabel di bawah ini.)

Adapun rasio utang pemerintah terhadap PDB juga melandai meskipun cukup kecil penurunannya, dari 38,8% di tahun ini menjadi 37,7% pada 2025.

Alasan Ekonomi RI Tetap Perkasa

Menurut World Bank, pertumbuhan ekonomi RI telah didorong oleh akselerasi konsumsi swasta setelah dicabutnya pembatasan kegiatan masyarakat.

Sementara konsolidasi fiskal telah terbantu oleh pendapatan negara dari sektor  komoditas serta pengeluaran terkait Covid-19 yang lebih rendah.

Kendati demikian, prospek pertumbuhan masih menghadapi risiko penurunan yang signifikan. Permintaan global yang melemah, kondisi pembiayaan global yang lebih ketat, arus modal keluar dan tekanan mata uang dapat memicu pengetatan kebijakan moneter lebih cepat dari yang diharapkan.

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement