Sampai pada akhirnya sang suami terkena stroke pada 2010 dan tidak lagi bekerja. Saat itu kondisi keuangannya masih aman karena anak-anaknya belum kuliah. Namun pada saat itu juga, Christina mulai menerima banyak tawaran kredit dan pinjaman.
Secara bersamaan, banyak keluarga berkunjung. Sehingga Christina berpikir, tidak mungkin menerima kunjungan keluarga dengan tangan kosong. Dari situ Christina mulai mengambil kartu kredit dan KTA meskipun tidak ada kebutuhan mendesak.
Pikiran ‘menggampangkan’ kredit inilah yang diakuinya menjerat. Sampai pada kedua anaknya mulai berkuliah di perguruan tinggi swasta di luar Jakarta dan membutuhkan banyak biaya, barulah Christina mengalami kekurangan uang.
“Jadi otomatis ada tiga biaya hidup besar yang harus saya hidupi dari income saya. Satu anak kuliah di Salatiga, satu lagi di Bandung, dan keluarga di Jakarta,” lanjut Christina.
Christina mulai berkenalan dengan pinjol setelah memiliki banyak pinjaman yang tidak lagi bisa dibayar dari gaji bulanannya. Inilah kesalahan yang dilakukannya, dia memilih pinjol untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena gajinya habis untuk membayar angsuran pinjaman dari bank.
Waktu itu, Christina sudah mengagunkan SHM rumahnya, juga mengagunkan BPKB mobil. Christina mengaku, dia berpikir bisa mengatasi pinjol. Dulu, pinjol masih menawarkan tenor angsuran yang lebih singkat dibanding sekarang.
“Bodohnya saya, karena saya panik, saya simpan sendiri semua masalah keuangan itu. H-1 debt collector mulai rajin menagih, telat satu hari mereka berangasan. Mereka mengancam akan menyerahkan data ke orang lapangan, karena panik saya tutup utang dengan pinjol yang lain,” kata Christina.
Gali lubang tutup lubang dengan pinjol ini terus berlangsung karena saat itu tenor yang ditawarkan relatif pendek. Christina mengaku seperti mengejar pinjol dan dikejar pinjol, dia seperti terhipnotis karena kepanikan tingkat tinggi.
Debt collector juga pernah menerornya dengan membuat grup WhatsApp berisi relasi yang dia kenal, juga mengirim pesan langsung ke rekan-rekannya di gereja. Christina sempat depresi pada masa-masa ini.
Cerita Terlilit Utang Pinjaman Online, Awal Mula Keterbukaan dan Bebas Utang
Karena begitu banyak pinjol dan tekanan dari debt collector, Christina sangat putus asa dan sering terpikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun pada akhirnya, Christina berhasil menemukan solusi untuk keluar dari lingkaran setan pinjol.
Christina memutuskan untuk terbuka dan menceritakan masalahnya pada mentor rohaninya di gejera, yang kemudian membawanya pada mentor keuangan yang membantunya menyelesaikan masalah utang itu hingga tuntas.
Christina bahkan terbuka dengan atasannya soal jeratan utangnya, karena pihak penyalur pinjaman legal juga mulai menghubungi kantornya karena utang yang tidak terbayar. Dia mengatakan, keterbukaan ini adalah awal dari penuntasan masalahnya.
Setelah Christina mengakui masalah jeratan utangnya, barulah Christina mendapat bantuan untuk mengatur keuangannya lebih baik, menghembat lebih ketat, dan menyelesaikan angsuran kreditnya satu per satu.
“Saya dapat mentor, saya diajarkan langkah step by step untuk melunasi utang. Jadi kalau punya utang segunung, sudah melebihi income, jangan sok sanggup bayar. Jadi negosiasi dulu, kecilkan goal utang sampai ke angka yang kita sanggup bayar,” kata Chrisina.
Christina meminta data SLIK OJK untuk mendata keseluruhan pinjaman yang dimilikinya. Saat dia mengecek data pinjamannya itu, rupanya banyak pinjol yang tidak tercatat dalam data itu. Rupanya banyak pinjol yang telah ditutup oleh Kominfo karena ilegal.
“Saya mulai lihat dari SLIK OJK, lalu buat surat ke bank dan debt collector untuk meminta restrukturasi. Negosiasi agar bunga dikecilkan, utang pokok akan saya bayar, tapi dicicil,” kata Christina.
Proses pengajuan restrukturasi semua utang itu juga memakan waktu sekitar enam bulan. Christina masih harus berhadapan dengan debt collector yang datang ke rumahnya. Christina juga memindahkan utang dari agunan SHM-nya ke koperasi dengan bunga yang lebih kecil.
Sang suami juga membantunya untuk melunasi utang dengan bekerja sebagai driver online. Ketiga anak-anaknya pun terbuka dan menerima keadaan tanpa mengeluh. Pelan tapi pasti, utang-utang itu dapat dilunasinya dengan baik. Saat ini, Christina telah terbebas dari utang.
Bagi Christina, keluarga adalah support system terbaik baginya saat menghadapi masalah keuangan. Dia juga mengatakan bahwa support system penting bagi orang-orang yang tengah terpuruk, apa pun alasannya. Keberadaan support system yang baik, dapat meringkan beban emosional yang ditanggung individu agar dapat melewati masa-masa sulit.
Itulah cerita terlilit utang pinjaman online yang dapat dijadikan pelajaran agar berhati-hati dalam mengelola keuangan.
(Nadya Kurnia)