sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Harta Bukan Sumber Keselamatan, Perspektif Buya Hamka tentang Kekayaan dalam Hidup

Inspirator editor Kurnia Nadya
26/03/2024 19:57 WIB
Bagi Buya Hamka, harta adalah penunjang hidup sekaligus media yang dapat dimanfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Harta Bukan Sumber Keselamatan, Perspektif Buya Hamka tentang Kekayaan dalam Hidup. (Foto: MUI)
Harta Bukan Sumber Keselamatan, Perspektif Buya Hamka tentang Kekayaan dalam Hidup. (Foto: MUI)

IDXChannel—Bagi Buya Hamka, harta bukan sumber keselamatan. Penyusun Tafsir Al-Azhar ini memiliki pandangan sendiri soal harta benda yang dimiliki seorang Muslim semasa hidup di dunia. 

Dalam tafsir yang disusunkan, Buya Hamka menerangkan konsep harta dalam perspektif Alquran yang bermanfaat bagi panduan umat Muslim dalam mencari nafkah dan mengumpulkan harta kekayaannya. 

Mengutip UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten (26/3), dalam tafsirnya itu Hamka memaknai konsep kepemilikan harta, di mana sejatinya Allah SWT adalah pemilik bumi beserta isinya, termasuk harta yang dimiliki manusia. 

Harta bagi manusia berfungsi sebagai salah satu penunjang kehidupannya selama hidup di bumi, namun harta juga dapat berfungsi sebagai media—perhiasan hidup—untuk menguji coba keimanan manusia. 

Dalam perspektif Alquran, sesuai yang dituturkan Buya Hamka, harta adalah titipan semata yang sewaktu-waktu dapat diambil kembali sesuai kehendak-Nya. Oleh sebab itu manusia tidak sebaiknya menggantungkan kebahagian pada hartanya. 

Manusia tidak dianjurkan untuk memusatkan hidupnya pada harta kekayaannya. Alih-alih terfokus pada hartanya, manusia justru dianjurkan untuk menggunakan hartanya di jalan Allah SWT untuk berbuat kebaikan terhadap sesamanya. 

Ajaran Islam juga menuntun manusia agar menjalankan upaya-upaya pencarian nafkah dengan cara yang halal dan baik, tanpa mencurangi dan merugikan lain. Sebab apa yang dimakan oleh tubuh, akan mendarah daging dalam diri manusia. 

Buya Hamka juga dikenal dengan perspektifnya dalam kesederhaan yang menginspirasi. Mengutip Tanwir (26/3), Buya Hamka pernah menuturkan dalam salah satu bukunya tentang bentuk kesederhanaan dalam hidup. 

“Dapat makan dua kali sehari, pakaian dua persalinan, rumah yang cukup udaranya untuk tempat diam, dapat menghisap udara dan bergerak, kita sudah dapat hidup. Cuma nafsu jugalah yang meminta lebih dari itu. Sehingga dalam memenuhi keperluan hidup, kerapkali manusia lupa akan kesederhaan,” 

Dari situ Buya Hamka mengajarkan bahwa harta benda yang dibutuhkan manusia tidaklah banyak. Selama cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok, maka manusia sudah bisa disebut sejahtera. 

Namun ego pribadi-lah yang membuat manusia mengejar harta benda secara berlebihan, sehingga menitikberatkan kebahagiaan, keselamatan hidup, dan aktualisasi dirinya pada jumlah dan bentuk harta yang dimilikinya, padahal ia tidak memerlukannya. 

Buya Hamka juga pernah berpesan agar kita tidak berlebih-lebihan dalam mengeluarkan harta, atau sebaliknya, tidak terlalu kurang atau pelit untuk sesuatu yang bermanfaat atau seseorang yang sangat membutuhkan. 

“Kita tidak boleh bohong, kita mesti lurus, tak boleh menipu. Kita tidak boleh royal dan tidak boleh bakhil (pelit). Kita tidak boleh terlalu pendorong dan kita tidak boleh pengecut. Karena semuanya itu merusakkan tali hubungan kita dengan Allah dan dengan insan,” 

Dari pendapat-pendapat Buya Hamka tentang harta itu, dapat disimpulkan bahwa: 

  • Bagi seorang Muslim, harta dibutuhkan untuk hidup, namun harta bisa jadi cobaan hidup
  • Harta hanyalah titipan, sejatinya milih Tuhan YME
  • Harta sebaiknya digunakan untuk hal-hal yang benar
  • Harta mesti dicari dengan cara yang baik dan halal
  • Harta bukanlah pusat kebahagiaan, melainkan penunjang hidup dengan layak semata 

Itulah beberapa perspektif harta bukan sumber keselamatan menurut Buya Hamka yang menarik untuk ditiru oleh umat Muslim. (NKK)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement