Semasa hidupnya, Tjut Meutia dikenal sebagai ahli strategi berperang dengan taktik menyerang dan mundur. Taktik Tjut Meutia ini seringkali membuat pertahanan Belanda porak poranda. Berkat kepintarannya dalam menyusun strategi ini, Belanda pun sempat membujuknya untuk menyerahkan diri dan bergabung dengan mereka. Namun, Tjut Meutia tak gentar. Ia pun dengan tegas menolak tawaran tersebut dan kembali melanjutkan perlawanan.
Ia dan suaminya, Pan Nanggroe saling bekerja sama di bawah pimpinan Teuku Muda Gantoe. Hingga suatu hari, pasukan Teuku Muda Gantoe melakukan pertempuran dengan Korps Marechaussee di Paya Ciem. Tjut Meutia bersama dengan perempuan-perempuan lainnya melarikan diri ke hutan. Pan Nanggore terus bertempur hingga akhirnya tewas pada 26 September 1910.
Dengan pantang menyerah, Tjut Meutia pun bangkit dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia dan pasukannya menyerang dan merampas pos-pos pertahanan Belanda hingga berhasil bergerak menuju Gayo.
Tjut Meutia dan pasukannya kembali bertempur dengan Marechaussee di Alue Kurieng yang mengakibatkan perempuan tangguh dari Aceh ini gugur pada 24 Oktober 1910. Berkat jasanya ini, Pemerintah Indonesia pada 19 Desember 2016 mengabadikan dirinya dalam mata uang pecahan Rp1.000.
Itulah kisah Tjut Meutia di mata uang baru Rp1.000 yang berhasil dirangkum IDXChannel. Kini, nama Tjut Meutia dikenang sebagai pahlawan nasional perempuan yang tangguh dan berani.