“Modalnya sekira Rp16 juta, semua saya ambil dari tabungan. Memang sejak saya kecil orangtua selalu bilang untuk membiasakan menabung. Uang itu untuk membeli mesin dan kulakan BBM (bahan bakar minyak). Saat itu kita jual Pertalite dan Pertamax,” lanjutnya.
Sejak pertama beroperasi, Pom Mini miliknya selalu diserbu masyarakat. Setiap hari rata-rata bisa menjual 200 liter BBM jenis Pertamax dan Pertalite. Dia belum berani kulak BBM dalam jumlah banyak karena mesti mengantre di SPBU dengan jeriken.
Terlebih dia juga harus mengatur waktu untuk mengelola bisnis sekaligus belajar agar prestasi akademik tak jeblok. Anak tunggal itu pun berhasil membuktikan bisa menjalankan unit bisnis dan belajar di sekolah.
“Untuk kulakan biasanya sama bapak saya. Kita menjual dua produk yaitu Pertalite dan Pertamax. Seiring waktu kabarnya enggak boleh jualan Pertalite secara ecer, lalu kita fokus hanya menjual satu produk yaitu Pertamax aja,” tutur dia.
"Sebenarnya kalau saya sambil sekolah itu enggak terlalu kesulitan. Saya juga masih bisa belajar. Bahkan sering pula saya belajar di lokasi Pom Mini sambil ngecek-ngecek stok BBM dan melihat kinerja karyawan," ujar perempuan berkerudung itu.