IDXChannel—Kisah inspiratif tentang pembudidaya asal Tulungagung menarik untuk dibahas. Wanto, pemilik breeder Satria Koi, mampu menghasilkan ratusan juta dalam kurun 10 bulan pembudidayaan.
Wanto memulai bisnisnya ini dari hobi dan kecintaannya pada ikan koi. Namun sebelum ia sukses membudidayakan ikan hias ini, ia pernah bekerja sebagai TKI di luar negeri, lantas melanjutkan pekerjaan di bidang peternakan dan perkebunan.
Akan tetapi, malah budidaya koi—yang saat itu belum ditekuni secara penuh—yang memberikan keuntungan lebih. Dari situlah, Wanto dan rekan-rekannya mulai menekuni pembudidayaan koi.
Untuk memodali rintisan usahanya, Wanto menjual sepeda motornya dan laku Rp6 juta. Modal awal itu ia gunakan untuk membeli ribuan anakan koi yang kemudian ia pelihara selama beberapa bulan.
Dalam kurun waktu 10 bulan, dan dengan pengelolaan yang cermat, ia berhasil menjalankan usahanya. Ia mampu membiayai pemeliharaan ikan dari hasil panen, sehingga ia tak lagi perlu merogoh kantongnya sendiri untuk memodali budidaya pada bulan-bulan berikutnya.
Bagaimana perjalanan Wanto mengawali dan memelihara bisnisnya hingga sukses? Dilansir dari channel Youtube PecahTelur, simak kisahnya berikut ini.
Kisah Inspiratif Pembudidaya Koi Raup Ratusan Juta
Wanto mulai menekuni pembudidayaan koi sejak 2010 hingga saat ini. Budidaya ikan hias, terlebih koi, adalah bisnis potensial yang memberikan keuntungan menarik. Sebab pangsa pasarnya selalu ada.
Bagaimana cara Wanto mengelola budidayanya? Ia dengan cermat dan gigih melakukan perawatan sekaligus menyortir ikan berdasarkan grade atau kualitas untuk membiayai kolam-kolamnya.
Dari modal Rp6 juta itu, ia mencontohkan, ia membeli sekitar 3.000 ekor anakan koi yang ia pelihara di tiga kolam. Dalam rentang waktu dua bulan, ia lantas memilah-milah mana anakan yang berkualitas paling rendah.
Ikan-ikan berkualitas rendah itu lantas ia keluarkan dari kolam untuk dijual. Hasil penjualannya ia gunakan untuk membeli pakan yang kemudian ia berikan kepada sisa-sisa ikan yang berkualitas lebih baik.
Penyortiran itu Wanto lakukan berulang-ulang tiap bulan hingga ikan-ikannya bersisa 25% dalam 10 bulan. Semua ikan yang tersisa itu telah siap jual. Satu ekor bisa terjual Rp1 juta hingga Rp3 juta.
“Dalam enam bulan sudah tidak keluar uang lagi dari kantong sendiri untuk membiayai operasional kolam. Hasil penjualan dari sortiran kualitas rendah itu dipakai untuk beli pakan dan biaya operasional kolam,” tuturnya.
Dia kembali mencontohkan, semisal sisa akhir penyortiran menyisakan 800 ikan berkualitas baik, dengan harga jual ikan per ekor rata-rata Rp1 juta, maka ia sudah memperoleh penjualan Rp800 juta dalam 10 bulan.
Kisah Inspiratif Pembudidaya Koi: Faktor Kesuksesan Budidaya Koi
Banyak hal mempengaruhi kesukseskan budidaya koi, kata Wanto. Antara lain adalah pemeliharaan yang sigap, dilakukan sepenuh hati, insting dalam memilah anakan berkualitas tinggi, dan menciptakan pasar penjualan sendiri.
“Kami tidak jual titip ke teman. Kalau dititipkan kan nanti ada saja potongannya?” lanjut Wanto.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan budidaya adalah pemilihan jenis indukan dan pejantan. Kualitas keduanya mempengaruhi hasil anakan. Menurutnya, indukan dan pejantan tidak boleh berasal dari satu gen untuk menghindari kecacatan fisik.
Indukan juga dipilih yang berukuran badan besar dan warna sisik yang tidak terlalu ramai dan padar. Sederhananya, warna sisik indukan sebaiknya sederhana saja, sehingga saat dikawinkan dengan pejantan, akan menghasilkan anakan yang bagus.
Kondisi kolam juga mesti diperhatikan. Sebaiknya kolam koi tidak boleh terlalu rindang, juga tidak boleh terlalu panas terkena paparan sinar matahari agar sisik ikan tidak pudar atau kusam.
Kepadatan kolam juga ia jaga. Ikan-ikan anakan berbadan besar ia pisahkan dari ikan anakan berbadan kecil agar saat makan tidak berebut. Sebab jika berebut, dapat memicu pertumbuhan badan yang kurang maksimal.
Kisah Inspiratif Pembudidaya Koi: Tidak Berhenti Saat Gagal
Selama membudidaya, Wanto bukannya tidak pernah merugi. Ratusan ikannya pernah mati hingga ia merugi Rp150 juta. Namun ia tak berhenti, Wanto menjadikan kesalahan-kesalahannya sebagai bahan pembelajaran.
Dari kematian ikan-ikannya itu Wanto belajar cara merawat kolam dan ikan saat terjangkit parasit. Menurutnya, ikan koi dapat terjangkit dua jenis parasit. Yakni kutu jarum yang menempel dan menusuk tubuh ikan hingga mati, dan jenis kutu lain yang membunuh ikan pelan-pelan.
Saat parasit-parasit itu menjangkiti ikan-ikannya, Wanto beraksi cepat. Ia menggunakan pestisida dan obat untuk membasmi parasit. Pestisida ia sebarkan di kolam, dan obat ia campurkan dengan pakan.
“Jadi dalam waktu sehari dua hari, parasit-parasit itu akan mati. Kami basmi dengan memberi pestisida di air, dan basmi dari dalam lewat pakan ikan,” lanjutnya.
Beberapa tahun ia jalani bisnis budidaya, Wanto mulai mengikutsertakan ikan-ikan koi dengan kualitas terbaik ke beragam kontes koi. Ia mengaku pernah mengikuti kontes di Surabaya, Banyuwangi, dan Tulungagung.
Menurutnya, jenis koi yang populer dipelihara di Indonesia adalah jenis Gosanke, Susui, Asaki, Kohaku, Sanke, dan Sowa. Tiap kota memiliki jagoan koinya tersendiri, sebab kualitas air dan kolam di tiap kota berbeda-beda, sehingga kecocokan ikan dengan lingkungannya pun berbeda.
“Orang berduit lebih suka beli ikan yang sudah menang kontes dan harapan hidupnya panjang. Ikan kontes itu bisa laku miliaran. Kami sudah 10 tahunan ikut kontes, sudah memenangi beberapa kontes juga di beberapa kota,” tutur Wanto.
Berkat budidaya ini, Wanto mengaku hidupnya kini berkecukupan hingga ia bisa menjalani hobi motor gede. Ia dan beberapa rekannya bisa membeli motor gede dari hasil budidaya ini.
Demikianlah kisah inspiratif pembudidaya koi, H. Wanto, yang mampu menghasilkan penjualan ratusan juta dari penjualan koi-koi berkualitas wahid. (NKK)