Saat itu karier Ryan di perusahaannya sudah cemerlang. Ia mendapatkan penghasilan tetap, posisi jabatannya sudah tinggi, perusahaannya pun stabil. Mengapa mesti putar balik dengan menjadi entrepreneur? Seperti yang diketahui, dunia entrepreneurship penuh dengan risiko dan tantangan.
Apalagi saat itu model bisnis seperti Sribu belum pernah diadaptasi di Indonesia. Boleh dibilang, Sribu adalah platform freelance pertama di Indonesia. Sehingga, Ryan mendirikan dan menjalani operasional tanpa contoh sama sekali.
“Enggak ada perusahaan sejenis yang bisa kita lihat. Saya bikin satu model bisnis yang belum pernah dilakukan siapa pun. Kalau ini berhasil, saya akan puas dan senang sekali,” katanya.
Pada awal pendiriannya, banyak masalah mesti ia tangani. Ada masanya ia harus bekerja, nyaris diperbudak oleh perusahaannya sendiri. Pagi, siang, dan malam ia habiskan waktu dengan mengurus Sribu.
Tujuh puluh persen waktunya habis untuk menjalin komunikasi dan berinteraksi dengan para investor. Pernah Ryan mesti bolak-balik Singapura-Indonesia untuk bertemu dan berdiskusi dengan para investor.