IDXChannel—Kisah inspiratif kali ini datang dari pendiri startup crowdsourcing pertama di Indonesia, yakni Ryan Gondokusumo. Ialah sosok di balik Sribulancer.com, situs yang mempertemukan freelancer (pekerja lepas) dengan para klien.
Sribulancer.com dulunya adalah sribu.com, sebuah situs yang menjadi wadah khusus untuk freelancer di bidang digital (desain produk, desain grafis), sebelum akhirnya ia membangun situs freelance dengan cakupan proyek pekerjaan yang lebih luas di sektor digital.
Sebagai tambahan informasi, menurut Investopedia, crowdsourcing mengacu pada pengumpulan pekerjaan, informasi, atau opini dari sekumpulan orang yang mengumpulkan datanya lewat internet.
Orang-orang yang tergabung dalam crowdsourcing biasanya bekerja pada situs terkait sebagai freelancer, namun ada pula yang mengerjakan sesuatu secara sukarela. Seperti misalnya para pengguna yang saling berbagi informasi di aplikasi penunjuk jalan, Waze.
Cara kerja sribulancer.com adalah para klien mengunggah informasi tentang proyek pekerjaan yang butuh diselesaikan di website, lengkap dengan jobdesc dan bayaran yang ditawarkan. Lalu para freelancer akan mengajukan proposal untuk mengikuti ‘lelang’ pekerjaan tersebut.
Klien akan memilih sendiri para freelancer yang dirasa cocok. Setelah kedua belah pihak menyepakati kerja sama, barulah freelancer mulai mengerjakan pekerjaan yang tadi dilelang sesuai dengan ketentuan dan tenggat waktu yang ditentukan.
Metode freelance seperti ini belakangan digandrungi oleh masyarakat. Selain menambah penghasilan sampingan, pekerjaan yang dirampungkan dapat masuk ke dalam portofolio proyek yang dimiliki para freelancer.
Jauh sebelum startup dan freelancing meledak di Indonesia, Sribulancer.com telah hadir lebih dulu dan hingga kini masih bertahan sebagai salah satu platform kerja lepas terbesar di Indonesia.
Bagaimana perjalanan Ryan mendirikan perusahaan rintisan ini? Simak ulasannya berikut ini.
Kisah Inspiratif Pendiri Startup: Dirikan Crowdsouring Pertama di Indonesia
Dari laman LinkedIn resminya, Ryan Gondokusumo adalah seorang lulusan Purdue University, Amerika Serikat, jurusan electrical engineering. Sebelum berkuliah, ia menyelesaikan pendidikan di Kanisius College, Jakarta.
Inspirasi untuk membangun website crowdsourcing berawal saat kunjungannya ke sebuah perusahaan dengan metode bisnis serupa di Amerika. Perusahaan itu hanya memiliki 15 karyawan, namun mampu menangani 100.000 klien.
“It has to be an online company. Tapi saya tahu kalau langsung bikin di sana enggak siap. Saya harus punya pengalaman management dan leadership dulu,” tuturnya dalam webinar CEO Talks yang digelar GearUp beberapa waktu silam.
Benar saja, Ryan tak langsung mendirikan perusahaannya. Ia justru bekerja untuk perusahaan lain selama lima tahun di Indonesia. Selain untuk mengasah kemampuan manajemen dan kepemimpinan, Ryan juga mempelajari kondisi pasar Indonesia.
“Market itu the people. Jadi harus kenal konsumennya bagaimana, freelancer-nya seperti apa. Saya masih kurang pengalaman di situ. Selama lima tahun itu saya fokuskan untuk mempelajari itu semua,” lanjutnya.
Ryan akhirnya mendirikan Sribu.com pada September 2011, dan mendirikan Sribulancer.com pada 2014. Jika Anda ingat, gaung dunia freelancer belum begitu kencang saat itu meskipun metode kerja freelance sudah ada. Awal mula mendirikan Sribu, Ryan mengaku orang-orang di sekelilingnya bingung dengan keputusannya.
Saat itu karier Ryan di perusahaannya sudah cemerlang. Ia mendapatkan penghasilan tetap, posisi jabatannya sudah tinggi, perusahaannya pun stabil. Mengapa mesti putar balik dengan menjadi entrepreneur? Seperti yang diketahui, dunia entrepreneurship penuh dengan risiko dan tantangan.
Apalagi saat itu model bisnis seperti Sribu belum pernah diadaptasi di Indonesia. Boleh dibilang, Sribu adalah platform freelance pertama di Indonesia. Sehingga, Ryan mendirikan dan menjalani operasional tanpa contoh sama sekali.
“Enggak ada perusahaan sejenis yang bisa kita lihat. Saya bikin satu model bisnis yang belum pernah dilakukan siapa pun. Kalau ini berhasil, saya akan puas dan senang sekali,” katanya.
Pada awal pendiriannya, banyak masalah mesti ia tangani. Ada masanya ia harus bekerja, nyaris diperbudak oleh perusahaannya sendiri. Pagi, siang, dan malam ia habiskan waktu dengan mengurus Sribu.
Tujuh puluh persen waktunya habis untuk menjalin komunikasi dan berinteraksi dengan para investor. Pernah Ryan mesti bolak-balik Singapura-Indonesia untuk bertemu dan berdiskusi dengan para investor.
Tahun-tahun pertama perusahaannya berdiri, Ryan banyak mengalami masalah manajemen. Mulai dari ketidakcocokan dengan co-founder, hingga melepas karyawan yang kurang cocok dengan visi perusahaan.
Rupanya, membangun startup tidak melulu soal mendapatkan pendanaan dari investor. Namun membangun fundamental perusahaan yang solid sehingga tim dapat diarahkan untuk mengelola bisnis hingga mencetak keuntungan.
Menurutnya, banyak entrepreneur yang merasa puas saat menerima pendanaan. Padahal, sesudah mengantongi dana funding, ada sederet tanggung jawab kepada investor yang mesti ditunaikan.
Ada masanya funding yang ia dapatkan, habis karena pola manajemen yang kurang tepat. ‘Dapur’ perusahaan yang ia kira aman, nyatanya tidak. Hingga akhirnya ia mesti menangani banyak hal secara bersamaan.
“Antara managing investor sama ngurus operasional dan sales. Itu benar-benar nyesek. Sudah capek-capek himpun dana, tapi habis di mismanagement. Ini cukup memukul, spending dana itu gampang, nyarinya setengah mati,” kata Ryan.
Ryan mengaku pernah melewati fase-fase itu. Kepuasan sementara yang dulu ia rasakan, perlahan berkembang. Ia baru puas ketika perusahaannya mulai mencetak penjualan dan keuntungan.
Kisah Inspiratif Pendiri Startup: Membangun Tim yang Solid
Pada masa awal ia menerima pendanaan, hal pertama yang ia lakukan adalah membangun tim. Ia mulai mengembangkan struktur karyawan di perusahaannya, dan pada masa ini ia menyadari pentingnya seorang HR manager yang andal.
Tugas yang diampu oleh HR manager diakuinya dapat menghemat waktu hingga 60%. HR manager yang baik mengerti bagaimana karakteristik kandidat yang cocok dengan visi perusahaan.
“Kalau enggak ada HR bagus, enggak ada tim yang bagus. Dulu saya jalankan sendiri itu rekrutmen, makanya sangat memakan waktu. Awal-awal semua serabutan, tanpa saya sadari banyak waktu terbuang,” katanya.
Membangun tim yang solid membutuhkan proses. Tidak ada karyawan masuk yang seketika cocok untuk bekerja di perusahaannya, dan sebelum membangun tim yang solid, perusahaan mesti punya co-founder yang saling cocok satu sama lain.
Ia harus punya co-founder yang selaras dengan visinya sendiri. Mencari co-founder, kata Ryan, seperti mencari pasangan hidup. Co-founder adalah salah satu komponen penting dalam pendirian startup.
“Saya baru ketemu partner beberapa tahun lalu, kita bertiga kerjanya cocok, selaras. Barulah kita bisa bagi-bagi tugas. Barulah kita bangun winning team bersama HR manager,” lanjutnya.
HR manager berperan banyak dalam pengembangan tim. Merekalah yang mengerti cara mencari pegawai yang cocok dengan kultur perusahaan, cocok dengan masing-masing divisi. Kandidat dengan CV luar biasa tak selamanya bakal cocok bekerja untuk perusahaannya.
“Any founder, harus bangun dulu kultur perusahaannya bagaimana. Baru membangun tim. Dari kultur perusahaan itu, HR manager bisa mencari talent-talent yang cocok,” katanya.
Kisah Inspiratif Pendiri Startup Indonesia: Akuisisi Perusahaan Jepang
Perusahaannya kini resmi telah diakuisisi perusahaan Jepang yang juga mengembangkan model bisnis yang sama, yakni Mynavi Corporation. Sribulancer telah berkembang cukup pesat, pada pertengahan 2022, Sribulancer telah menawarkan 10.000 pekerjaan kepada anggota situs.
Sejak awal, Ryan berniat membangun bisnis yang profitable, sehingga tak hanya bakar duit semata. Ia percaya tidak semua perusahaan startup perlu bakar duit, sekalipun bergerak di bidang teknologi.
“Nggak necessary, business to business itu enggak perlu bakar duit tapi bisa survive. Daripada fokus terlalu banyak ke investor relation, cari klien secara perlahan, nanti investor dengan sendirinya akan mampir,” lanjutnya.
Oleh karenanya Ryan terus mengembangkan bisnisnya dengan harapan Sribulancer dapat mencetak keuntungan. Akuisisi perusahaan Jepang ini, adalah salah satu caranya untuk mengembangkan perusahaannya.
Dengan akuisisi itu, Sribulancer dapat mengembangkan pasar ke Jepang. Apalagi perusahaan Jepang tersebut juga memiliki visi yang sama, yakni berkembang ke level perusahaan yang lebih lanjut.
“Mendapatkan funding itu susah, namun diakuisisi itu tiga kali lipat lebih susah. Apalagi sama perusahaan Jepang, mereka sangat teliti dan detail. Itu yang bikin lama, mereka minta proyeksi lima tahun ke depan bagaimana, mau dikembangkan sebesar apa,” tuturnya.
Perusahaan Jepang itu juga mengecek klien Sribulancer satu per satu, untuk memastikan tidak ada perusahaan black list di situ. Mereka juga menilik data perusahaan sejak pendirian. Proses itu diakuinya melelahkan, namun ia mendapatkan banyak pelajaran.
Usai akuisisi, banyak perubahan terjadi di manajemen Sribulancer. Salah satu yang paling penting adalah metode akuntansi yang begitu rinci dan teliti. Tahun ini, Sribulancer berencana fokus di Indonesia.
“Dalam tiga tahun, kami ingin masuk ke Filipina dan Vietnam. Market freelance di Filipina ini bisa bahasa Inggris, jadi bisa mencari klien di Singapura dan market lain. Dari Vietnam bisa ke market Jepang,”
Saat ini, Sribu hadir dalam dua lingkup, yakni Sribu Platform dan Sribu Solution. Sribu Platform menawarkan layanan kepada UMKM, sementara Sribu Solution mengincar perusahaan menengah dan besar dengan lingkup pekerjaan besar dan kontrak kerja 1-3 tahun.
Saat ini, Sribu Platfrom memiliki klien dengan jumlah 15.000 lebih, dengan jumlah freelancer terkurasi mencapai 26.000-27.000 orang. Dalam empat tahun mendatang, ia menargetkan 100.000 klien dan freelancer 30.000-40.000 orang.
Sudah ada 25.000 transaksi di Sribu platform, sementara Sribu Solution sudah melayani 50 klien besar. Namun dalam empat tahun ke depan, ia menargetkan dapat melayani 200-300 klien besar.
Demikianlah ulasan singkat tentang kisah inspiratif pendiri startup crowdsourcing pertama di Indonesia, Ryan Gondokusumo, founder Sribulancer.com. (NKK)