Roesdi lebih tertarik menjadi seorang pengusana. Ia mengubah namanya ketika usianya menginjak 17 tahun. Pada periode yang sama, Nitisemito merantau ke Malang untuk bekerja sebagai buruh jahit, dan di sana ia berhasil menjadi pengusaha konveksi.
Namun karena persaingan bisnis konveksi saat itu sangat ketat, ia memutuskan untuk kembali ke Kudus dan menggeluti bisnis lain, yaitu minyak kelapa dan berdagang kerbau. Kedua bisnis ini gagal, hingga Nitisemito banting setir menjadi pengusaha dokar.
Selain menjadi kusir, ia juga menyewakan dokar dan membuka warung di pangkalan dokarnya. Warungnya itu menjual batik Solo, kopi, dan tembakau. Bisnis kreteknya sendiri dimulai setelah ia menikahi Nasilah pada 1894.
Nasilah memiliki warung tembakau yang kerap disinggahi kusir-kusir seperti Nitisemito. Rokok racikan Nasilah banyak disukai pelanggan, Nitisemito adalah salah satu kusir yang paling sering mampir di warung Nasilah.
Pernikahan dua pengusaha tembakau inilah cikal bakal bisnis kreteknya. Nitisemito mengembangkan bisnis rokok kretek menggunakan hasil racikan tembakau Nasilah, hingga bisnisnya berkembang sangat pesat.