Tiap jenis instrumen investasi memiliki risiko dengan tingkatan yang berbeda. Instrumen dengan risiko yang relatif minim adalah logam mulia, obligasi, Surat Berharga Negara (SBN), dan deposito. Sementara saham termasuk berisiko tinggi.
Investor dapat memecah alokasi modalnya pada jenis instrumen investasi yang berbeda. Misalnya 10 persen pada logam mulia, 40 persen di SBN atau obligasi negara, 30 persen di saham-saham berkapitalisasi besar, dan sisanya pada saham-saham kategori growth stock.
Jika investor hanya terfokus pada investasi saham, maka portofolio sahamnya juga dapat didiversifikasi dengan strategi yang sama. Misalnya sebagian dialokasikan pada saham-saham blue chip, sebagian lagi pada saham berdividen, dan sebagian lagi pada saham kategori lain.
3. Lakukan Rebalancing
Melansir DBS Indonesia (21/3), rebalancing adalah pengaturan ulang komposisi portofolio agar tetap sesuai dengan target dan alokasi. Seperti indeks saham yang di-rebalancing, investor juga perlu melakukan rebalancing.
Investor dapat mengeluarkan saham-saham yang performanya kurang bagus dan menjadi pemberat portofolionya, lalu mengalihkan hasil penjualan tersebut pada aset atau saham lain yang dinilai berpotensi lebih baik.