IDXChannel – PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) memberikan tanggapan terhadap pemberitaan soal rencana dua bank multinasional, Standard Chartered dan DBS, untuk menyetop pendanaan proyek batu bara.
Head of Corporate Communication Adaro Febriati Nadira menjelaskan, perusahaan memahami keputusan DBS yang akan memangkas pendanaan cukup signifikan pada akhir 2022.
“Well noted on their decision [Kami memahami keputusan mereka],” jelas Febriati saat dihubungi IDX Channel, Kamis (8/9/2022).
Berkaitan dengan hal tersebut, Febriati mengungkapkan, saat ini emiten batu bara dengan kode saham ADRO tersebut tidak memiliki kebutuhan pembiayaan yang mendesak. Namun, lanjut Febriati, perusahaan juga tetap terbuka dengan opsi pendanaan eksternal apabila dibutuhkan.
“When the needs arises, we will explore and evaluate available funding options whether from debt or equity markets [Ketika kebutuhan muncul, kami akan mengeksplorasi dan mengevaluasi opsi pembiayaan yang tersedia, baik dari pasar utang maupun saham],” beber Febriati.
Strategi Berkelanjutan a la Adaro
Menyinggung soal strategi ke depan, Febriati mengatakan, sejak awal beroperasi, ADRO berkomitmen terhadap perbaikan kinerja lingkungan. Caranya, “… dengan konsisten menjalankan kegiatan operasional penambangan terintegrasi dengan merujuk pada prinsip-prinsip good mining practices dan perlindungan lingkungan.”
Febriati juga bilang, Adaro sangat peduli dengan isu perubahan iklim dan bisnis perusahaan sudah beradaptasi dengan isu ini.
Komitmen tersebut, mengikuti penjelasan Febriati, diwujudkan dengan berbagai upaya yang dilakukan sehingga Adaro menjadi perusahaan tambang pertama yang meraih penghargaan PROPER Emas di tahun 2012, dan hingga kini menerima penghargaan PROPER Emas untuk ke-4 kalinya.
Febriati menjelaskan, usaha tersebut mulai dari merestorasi lahan, yaitu program rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) seluas 298,36 Ha. “Dan telah diserah terimakan kepada pemangku pada tahun 2020 dan 2021, yang telah memberikan manfaat secara ekologi dan meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.”
Bahkan, ujar Febriati, Adaro juga mendapat kepercayaan dari KLHK untuk merehabilitasi lahan DAS Menoreh seluas 512 Ha di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Selanjutnya, papar Febriati, Adaro juga melestarikan keanekaragaman hayati di wilayah hutan bekas tambang Paringin, yang mengacu pada pendekatan standar HCV (High Conservation Value).
“Bekantan, yang merupakan satwa langka, berkembang dengan baik di hutan ini bersama flora fauna endemik lainnya,” imbuhnya.
Adaro juga bekerja sama dengan BKSDA dan menjaga ekosistem melalui pengembangan Taman Wisata Alam (TWA) Pulau Bakut yang merupakan tempat konservasi bekantan.