IDXChannel - PT Armada Berjaya Trans Tbk (JAYA) mengklaim kinerja bisnisnya di sepanjang tahun ini cukup prospektif seiring dengan mulai menggeliatnya kinerja sejumlah sektor industri pasca pandemi COVID-19 yang membuat permintaan layanan angkutan melonjak cukup tajam.
Namun demikian, anak usaha PT Prima Globalindo Logistik Tbk (PPGL) yang fokus dalam bisnis jasa logistik tersebut kini juga mengaku tengah bersiap atas mulai diberlakukannya kebijakan zero Over Dimension Over Load (ODOL) oleh pemerintah mulai 2023 mendatang.
"Kami sedang melihat situasi dan kondisi yang ada di lapangan, apakah kebijakan ini akan benar-benar mulai dijalankan (di 2023), ada penundaan, penyesuaian penerapan di lapangan atau bagaimana. Karena jujur saja, kalau (kebijakan) itu benar-benar diterapkan, dampaknya akan cukup signifikan (terhadap kinerja perusahaan," ujar Direktur Utama JAYA, Darmawan Suryadi, di Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Sebagaimana diketahui, kebijakan zero ODOL diterapkan pemerintah untuk menertibkan kinerja operasional truk yang kerap kali kelebihan muatan, sehingga rawan kecelakaan dan juga berkontribusi terhadap rusaknya kondisi jalan yang dilalui. Sebagai konsekuensi logis dari kebijakan tersebut, maka tentu kebutuhan armada pengangkut logistik akan melonjak tajam.
"Sederhananya, misal barangnya klien dengan berat 25 hingga 26 ton yang biasanya kita bisa angkut dengan dua truk, (dengan adanya kebijakan zero ODOL) jadi butuh tiga truk. Artinya kebutuhan jumlah armadanya tentu bertambah, sehingga perlu pengadaan baru," tutur Darmawan.
Yang jadi masalah, menurut Darmawan, penambahan armada baru tersebut tentunya membuat kebutuhan investasi dan juga biaya operasional perusahaan bakal membengkak. Namun, Darmawan ragu membengkaknya biaya tersebut dapat diimbangi dengan naiknya tatif angkutan yang diterapkan kepada pelanggan.
"Pertanyaannya, apakah pelanggan kita mau bayar lebih untuk volume angkutan yang sama? Ini agak susah (untuk dilakukan). Atau kalaupun pelanggan mau (menerima kenaikan tarif angkutan), at the end pasti kenaikan itu akan dibebankan ke harga jual, yang artinya barang-barang kebutuhan masyarakat juga akan melonjak," ungkap Darmawan.
Karenanya, dengan proyeksi situasi yang bakal terjadi serumit itu, Darmawan mengaku pihaknya tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Termasuk juga dengan menahan opsi penambahan armada baru sambil menunggu perkembangan yang terjadi.
"Kalau bagi kami, menambah armada itu mudah. Tinggal beli, atau leasing juga tersedia. Banyak pilihannya. Tapi setelah kita pengadaan (armada baru), perhitungan biaya logistiknya gimana nih? Klien sudah oke nggak misal ada kenaikan? Pemerintah juga apakah sudah siap kalau terjadi lonjakan harga-harga barang kebutuhan? Ini yang perlu kita pikirkan bersama-sama," tegas Darmawan. (TSA)