Yang jadi masalah, menurut Darmawan, penambahan armada baru tersebut tentunya membuat kebutuhan investasi dan juga biaya operasional perusahaan bakal membengkak. Namun, Darmawan ragu membengkaknya biaya tersebut dapat diimbangi dengan naiknya tatif angkutan yang diterapkan kepada pelanggan.
"Pertanyaannya, apakah pelanggan kita mau bayar lebih untuk volume angkutan yang sama? Ini agak susah (untuk dilakukan). Atau kalaupun pelanggan mau (menerima kenaikan tarif angkutan), at the end pasti kenaikan itu akan dibebankan ke harga jual, yang artinya barang-barang kebutuhan masyarakat juga akan melonjak," ungkap Darmawan.
Karenanya, dengan proyeksi situasi yang bakal terjadi serumit itu, Darmawan mengaku pihaknya tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan. Termasuk juga dengan menahan opsi penambahan armada baru sambil menunggu perkembangan yang terjadi.
"Kalau bagi kami, menambah armada itu mudah. Tinggal beli, atau leasing juga tersedia. Banyak pilihannya. Tapi setelah kita pengadaan (armada baru), perhitungan biaya logistiknya gimana nih? Klien sudah oke nggak misal ada kenaikan? Pemerintah juga apakah sudah siap kalau terjadi lonjakan harga-harga barang kebutuhan? Ini yang perlu kita pikirkan bersama-sama," tegas Darmawan. (TSA)