- Emiten menghentikan operasi usaha
- Emiten mengalami kebangkrutan
- Emiten akan melakukan merger dengan perusahaan lain
- Emiten tidak memenuhi persyaratan otoritas bursa
- Emiten ingin menjadi perusahaan tertutup
Sementara itu, lain cerita dengan emiten yang di-delisting secara paksa oleh otoritas bursa. Delisting secara paksa terjadi ketika emiten melanggar aturan dan gagal memenuhi standar keuangan minimum sesuai ketetapan.
Sebab-sebab delisting paksa menurut OJK:
- Emiten tidak menyampaikan laporan keuangan
- Keberlangsungan usahanya dipertanyakan
- Tidak memberikan kejelasan selama dua tahun
Ketika terjadi pelanggaran-pelanggaran semacam ini, biasanya Bursa Efek Indonesia akan mengeluarkan peringatan ketidakpatuhan. Investor dan trader mengenalnya dengan istilah ‘notasi’. Ada beberapa notasi terkait pelanggaran aturan ini di BEI.
Jika pelanggaran ini berlanjut, maka BEI berhak menghapus saham emiten tersebut dari pasar saham. Lantas, apa yang bisa dilakukan investor ketika saham miliknya terkena delisting?
Apa yang Harus Dilakukan Jika Saham Delisting?
Menurut OJK, ketika emiten mengajukan delisting secara sukarela, maka emiten tersebut wajib menyerap saham milik publik di harga yang wajar. Hal ini tertuang dalam POJK No. 3/POJK.04/2021.
Peraturan itu menyebutkan salah satu perlindungan bagi investor ritel saat berinvestasi adalah emiten wajib membeli kembali (buyback) saham milik investor apabila hendak delisting, sehingga investor memiliki kesempatan untuk menjual sahamnya.