Katalis positif tersebut, di antaranya PMI Indeks Indonesia pada posisi Maret 2023 yang dilaporkan melanjutkan tren ekspansif di level 51,9, meningkat sebesar 1,37% dibanding periode sebelumnya yang tercatat pada level 51,2.
Tren inflasi dalam negeri yang terjaga pada level 4,97% YoY dengan inflasi inti yang tercatat pada level 2,94% YoY terpantau masih dalam rentang target bank Indonesia pada level 3% plus minus, sehingga Bank Indonesia kembali mempertahankan BI7DRRR pada level 5,75%.
Posisi cadangan devisa pada posisi akhir Maret 2023 yang dilaporkan tumbuh cukup signifikan yakni USD145,2 miliar, lebih tinggi dibanding posisi pada periode bulan sebelumnya yang tercatat USD140,3 miliar.
Loan Growth Nasional yang tumbuh solid pada level 9,93%, data Indeks Keyakinan Konsumen yang tercatat masih pada level optimis 123,3 pada Maret 2023, serta data jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) yang dilaporkan masih tumbuh positif 6,2% pada Maret 2023.
"Katalis positif lainnya juga berasal dari optimistis pasar terhadap rilisnya laporan kinerja emiten untuk periode kuartal-I 2023 yang dilaporkan diatas ekspektasi, dan aksi korporasi berupa pembagian dividen dengan rasio dividend yield yang terbilang jumbo menjadi semacam booster penggerak laju IHSG hingga akhir April 2023," jelas Christy.
Sementara itu, untuk katalis eksternal, sambung dia, di antaranya berasal dari data PMI manufaktur Amerika Serikat pada April 2023 yang tercatat pada level optimis yakni sebesar 50,4. Industri manufaktur AS yang pulih tersebut menjadi katalis positif untuk kinerja ekspor non migas Indonesia.
Pasalnya AS merupakan salah satu negara tujuan ekspor non migas terbesar setelah China dengan porsi 10,22% sepanjang 2022, serta data laporan terkait produksi industri dan penjualan ritel yang membaik di Asia menjadi tambahan katalis positif lainnya.
Menurut Christy, melihat secara historikal, IHSG pada Mei memang cenderung mencatat pelemahan. Pada 2022, IHSG terkoreksi 1,11%, di 2021 minus 0,80%, 2020 menguat 0,79%, 2019 terkoreksi 3,81%, dan di 2018 tergelincir 3,14%.
"Dalam lima tahun terakhir hanya pada Mei tahun 2020 pergerakan IHSG terpantau positif menguat 0,79%, sehingga muncul sebuah istilah sell in May and Go Away. Namun untuk Mei 2023 ini, pergerakan IHSG berpeluang positif dengan mempertimbangkan sejumlah faktor dan katalis pendorongnya," papar Christy.
Arah IHSG pada Mei 2023, diakuinya, masih berpotensi untuk menguat terbatas dalam rentang 6735 – 6995. Hal tersebut ditopang oleh sejumlah faktor, di antaranya faktor ekonomi nasional yang masih solid, karena pelaku pasar dalam negeri akan mencermati pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal-I 2023 yang akan rilis, dengan ekspektasi ekonomi Indonesia masih akan tercatat tumbuh positif pada kuartal-I 2023 ini.
"Faktor pendorong lainnya juga berasal dari membaiknya kinerja emiten ditengah kembali padatnya mobilitas sosial masyarakat. Dari hal tersebut inilah yang menyebabkan tingginya optimisme pelaku pasar domestik tumbuh karena potensi rilis kinerja emiten pada kuartal-I 2023 yang positif," paparnya.
Meskipun ketidakpastian global masih cukup tinggi, karena pergerakan IHSG juga akan dipengaruhi oleh sejumlah katalis eksternal yakni di antaranya adalah hasil FOMC The Fed pada bulan Mei 2023 terhadap kebijakan suku bunga acuannya. Dampak dari kebijakan moneter AS yang cukup ketat sebelumnya menyebabkan sejumlah bank regional mengalami krisis likuiditas, sehingga pelaku pasar global sangat menantikan bagaimana hasil FOMC The Fed pada Mei 2023.
"Apabila The Fed tetap menaikan suku bunga sebesar 25 bps, saya rasa ini telah diekspektasi oleh pelaku pasar, sehingga dampaknya tidak terlalu menekan pergerakan pasar saham global. Namun, jika The Fed menahan kenaikan suku bunga acuan nya atau cenderung lebih dovish, tentu dapat menjadi katalis yang cukup positif," terang Christy.