Memang di fase awal transformasi besar-besaran seperti sekarang ini, terdapat dampak ke kinerja keuangan. Karena, bagaimanapun, penjualan batu bara masih menjadi penyumbang revenue terbesar. Namun dalam periode menengah ke panjang hasilnya akan lebih positif karena eksposur TOBA ke fluktuasi harga komoditas menjadi lebih terbatas.
Pada semester I-2025, TOBA mencatatkan pendapatan konsolidasi sebesar USD172 juta atau menurun 31 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara Perseroan membukukan rugi bersih USD115,3 juta di semester I tahun ini dari sebelumnya untung USD40,5 juta.
Salah satu pemicunya, penurunan penjualan batu bara dari sebelumnya 1,7 juta ton pada Juni 2024 menjadi 0,7 juta ton pada Juni 2025. Harga jual nya pun menyusut dari USD83 per ton menjadi hanya USD52,9 per ton pada kurun waktu yang sama.
Senada dengan Rudy, analis NH Korindo Sekuritas, Leonardo Lijuwardi, juga menjelaskan bahwa kinerja tersebut memang tidak terlepas dari kondisi pasar komoditas yang tertekan. Namun sebenarnya kinerja semester I juga menandai fase awal transformasi bisnis TOBA.
“Beberapa kenaikan beban ataupun kerugian sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari aksi korporasi yang dilakukan. Adanya aksi divestasi PLTU dan akuisisi aset untuk sektor pengelolaan limbah memiliki dampak akuntansi. Namun sebenarnya ini bukan berarti bisnis memburuk melainkan fase awal dari transformasi,” kata Leo.