IDXChannel – Investasi di pasar modal Indonesia tidak hanya saham, melainkan ada instrumen lainnya seperti obligasi. Secara umum, obligasi merupakan surat utang yang memberikan hasil investasi bersifat tetap (kupon) selama jangka waktu jatuh tempo.
Obligasi pun dibagi dalam dua jenis berdasarkan penerbitnya yaitu obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Dilansir dari sikapiuangmu.ojk.go.id, obligasi pemerintah dikeluarkan pemerintah untuk pembiayaan pembangunan negara, dalam hal ini Kementerian Keuangan RI mengeluarkan surat berharga berupa Obligasi Ritel Negara baik yang berbasis konvensional maupun syariah/sukuk.
Sementara, obligasi Korporat merupakan instrumen investasi berupa surat utang yang dikeluarkan perusahaan swasta atau BUMN/BUMD untuk pembiayaan perusahaan. Baik Obligasi Korporat maupun Obligasi Pemerintah memberikan keuntungan berupa kupon dan capital gain.
Setelah mengetahui perbedaannya, investor terkadang bingung memilih obligasi yang tepat. Untuk itu, dalam rangka memperingati Capital Market Month 2023 atau #CMM2023, diulas mengenai kinerja obligasi dan prospeknya ke depan.
Direktur & Chief Investment Officer Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Ezra Nazula, mengatakan obligasi pemerintah dan korporasi memiliki daya tarik masing-masing. “Surat Berharga Negara (SBN) umumnya lebih likuid dan lebih sensitif terhadap perubahan yield yang menguntungkan bagi investor yang mencari capital gain. Sementara obligasi korporasi menawarkan tingkat yield lebih menarik,” ujarnya kepada IDXChannel.com, Selasa (15/8/2023).
Lebih lanjut, dia mengatakan pasar obligasi mencatat kinerja positif di semester I-2023. Hal itu tercermin dari kinerja indeks BINDO yang naik 7,4% sepanjang tahun ini per Juli 2023.
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kinerja positif pasar obligasi. Beberapa di antaranya, kondisi makroekonomi yang kondusif dengan inflasi yang melandai, dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI) yang sudah mencapai puncaknya sejak Februari.
“Kondisi fiskal pemerintah juga suportif, di mana penerimaan pajak lebih baik dari ekspektasi, serta saldo SAL masih besar yang mendukung ekspektasi penerbitan SBN akan lebih sedikit dari perkiraan awal,” jelasnya.
Untuk prospek pada semester II 2023, Ezra memiliki pandangan konstruktif bagi pasar obligasi. Menurut dia, kondisi makroekonomi domestik yang stabil dengan inflasi melandai dan suku bunga bertahan menjadi faktor yang mendukung pasar obligasi. “Narasi mengenai potensi pemangkasan suku bunga dapat menjadi katalis bagi pasar,” imbuhnya.
Dari perspektif global, Ezra menilai, kebijakan The Fed yang sudah mendekati puncak kenaikan suku bunga menjadi faktor suportif bagi pasar obligasi. Sebab, hal itu memberi sinyal siklus kebijakan moneter memasuki fase bertahan yang kemudian diikuti fase pemangkasan suku bunga.