Untuk rencana jangka pendek, perseroan akan memenuhi target Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel.
"Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kita berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kita bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," tuturnya.
Lebih lanjut, Ruddy menjelaskan, jumlah pasokan nikel terbatas saat ini di sisi lain permintaan bijih nikel semakin meningkat terutama dari industri kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV). Market share untuk kendaran listrik (EV) yang akan meningkat dari 2,5 persen pada tahun 2019 menjadi 10 persen pada tahun 2025.
Market share untuk industry EV diprediksikan akan meningkat menjadi 28 persen di tahun 2030 dan 58 persen di tahun 2040. Pada tahun 2019, konsumsi nikel untuk bahan baku baterai mencapai 7 persen dari total konsumsi global. Diperkirakan pada tahun 2022, permintaan nikel akan melebihi pasokan/supply yang ada.
"Potensi yang besar bagi Perseroan untuk bertumbuh mengingat saat ini baru sebagian kecil dari area yang sudah dieksploitasi," ucapnya. (TYO)