Mekanismenya, perusahaan-perusahaan yang berhasil menekan produksi emisinya hingga di bawah ambang batas (cap) yang telah ditentukan bakal mendapatkan insentif berupa kredit karbon.
Kredit karbon tersebut lantas bisa diperdagangkan di bursa karbon, untuk dapat dibeli oleh perusahaan-perusahaan yang dalam proses bisnisnya terbukti masih menghasilkan emisi melebihi ambang batas.
Melalui konsep ini, diharapkan dapat menjadi tekanan secara natural di industri, agar dunia usaha dengan sendirinya terdorong untuk mengurangi produksi emisi dari keseluruhan aktivitas bisnisnya.
Di Indonesia, keberadaan bursa karbon secara spesifik diatur lewat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), di mana OJK ditunjuk sebagai pihak yang nantinya berperan sebagai pengawas beroperasinya bursa karbon nasional.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia memperkirakan potensi perdagangan karbon di Indonesia mencapai USD300 miliar per tahun. (TSA)