IDXChannel - Dolar Amerika Serikat (USD) mengalami penguatan yang signifikan pasca keputusan AS melepas cadangan minyak mentahnya ke pasar selama enam bulan ke depan.
Namun, mata uang Rupiah masih mampu menguat tipis pagi ini. Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 09:21 WIB, mata uang Garuda naik 5 poin atau 0,03 persen di Rp14.358 per 1 dolar Amerika Serikat.
Pasar uang di kawasan Asia Pasifik bergerak mixed atas dolar AS. Data Investing menunjukkan Dolar Hong Kong turun -0,01 persen di 7,8323, Won Korea Selatan jatuh -0,10 persen di 1.215,85, dan Ringgit Malaysia tertekan -0,20 persen di 4,2115.
Dolar Taiwan koreksi -0,20 persen di 28,686, Baht Thailand turun -0,27 persen di 33,370, Dolar Singapura anjlok -0,09 persen di 1,3560, dan Yuan China tertekan -0,13 persen di 6,3485. Adapun Yen Jepang terpuruk -0,64 persen di 122,44, Dolar Australia tumbuh 0,09 persen di 0,7487, dan Peso Filipina menjulang 0,14 persen di 51,640.
Indeks dolar yang mengukur kinerja sejumlah mata uang lainnya menguat di level 98,40, merespons pelepasan cadangan minyak darurat Amerika Serikat untuk menahan gejolak harga di pasaran.
Analis mengatakan bahwa dolar bakal bergerak fluktuatif hingga akhir kuartal pertama tahun ini.
"Tetapi perdagangan kemungkinan akan diredam menjelang rilis non-farm payrolls AS," kata Analis Forex di Scotiabank, Shaun Osborne, dilansir Reuters, Jumat (31/1/2022).
Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa mulai Mei 2022, Amerika Serikat akan melepaskan 1 juta barel per hari minyak mentah selama enam bulan melalui Strategic Petroleum Reserve.
Biden mengatakan pemerintahannya telah bekerja dengan sekutu di IEA untuk mengoordinasikan pelepasan yang akan membawa total volume minyak ke pasar global menjadi lebih dari 1 juta barel per hari.
Selain itu, pasar valuta asing juga terus mencermati upaya gencatan senjata atas konflik Ukraina dan Rusia. Sebagian besar pelemahan dolar ke depan akan dipicu oleh penguatan di euro.
"Konflik (Rusia-Ukraina) mungkin bakal bergerak ke tingkat yang lebih lokal, dengan skenario risiko ekstrem (di pasar) agak berkurang," kata analis dari JPMorgan dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Kamis (31/3/2022). (RAMA)