IDXChannel – Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menuntut untuk segera keluar dari Uni Eropa (UE) sesuai dengan perjanjian sebelumnya yakni pada 30 Oktober 2019. Ia mengancam akan mengadakan pemilihan umum pada Desember.
Namun hal tersebut justru diprediksi akan menghancurkan perekonomian Inggris. National Institute of Economic and Social Research (NIESR) mengatakan bahwa biaya yang diperlukan Inggris jika memaksakan keluar dari UE akan lebih besar dibandingkan melanjutkan ketidakpastian keputusan Brexit.
“Kami sama sekali tidak menyangka akan ada perjanjian dividen, perjanjian itu bisa saja mengurangi resiko ketidak pastian putusan Brexit, namun juga dapat menghancurkan kedekatan hubungan ekonomi,” kata ekonom NIESR Arno Hantzsche, seperti dikutip Reuters (30/10).
NIESR memprediksi jika tawaran Boris dipenuhi, perekonomian Inggris dalam 10 tahun ke depan akan menurun sebesar 3,5% dibanding tetap berada di UE.
Dilansir Reuters, jika Inggris tetap berada di UE, perekonomian akan terus mendapat keuntungan karena adanya akses ke pasar UE. Meski demikian, jika tidak ada jaminan lebih lanjut, perekonomiannya akan tetap turun sekitar 2%.