Edwin menambahkan, kinerja saham GIAA tertekan juga dipicu pandemi COVID-19. Aktivitas masyarakat masih dibatasi sehingga membatasi gerak penumpang pesawat. Di sisi lain, Edwin menilai, biaya operasional Garuda Indonesia tetap jalan seiring biaya sewa pesawat, bahan bakar, dan lainnya.
"Prospek dipengaruhi dengan COVID-19. Penumpang masih terbatas. Di sisi lain, utang besar bagaimana bayar sewa pesawat, parkir di airport, dan bayar BBM, dan gaji pegawai,” kata Edwin.
Edwin menuturkan, ada sejumlah alternatif untuk memperbaiki kinerja PT Garuda Indonesia Tbk. Pertama, Garuda Indonesia fokus ke tujuan yang "basah" atau ramai. Kedua, kurangi jumlah pesawat dan jalur kurus sehingga dapat mengurangi dan menekan biaya. Ketiga, negosiasi dengan kreditur untuk memperpanjang jangka waktu kredit dan minta pengurangan bunga.
Saat ditanya mengenai rencana pengurangan komisaris, Edwin menilai, hal tersebut dapat menekan biaya. "Jadi dari dua sisi, potong biaya salah satunya potong jumlah komisaris, potong gaji direksi, kurangi jumlah pesawat, dan potong jalur khusus. Itu semua untuk kurangi biaya-biaya," kata dia.
(IND)