Setiap tahunnya, target IPO dirancang untuk lebih tinggi, meskipun tak sesuai realisasi.
Salah satu sorotan utama adalah performa saham pasca-IPO yang dinilai sering kali mengecewakan.
Ezaridho menilai, banyak saham baru yang kini diperdagangkan di level terendah (gocap) atau menjadi perusahaan cangkang tanpa aktivitas bisnis yang berarti.
“Saham-saham yang pas di IPO kemarin sekarang itu beberapa kena FCA atau memang mau menjadikan perusahaan cangkang. Jadi kualitas IPO-nya memang tidak dilayak beli,” tuturnya.
Dari sisi likuiditas, jumlah emiten baru yang bertambah justru berpotensi memangkas likuiditas pasar. Dengan fokus investor yang cenderung tertuju pada saham-saham unggulan seperti IDX30 atau LQ45, saham-saham baru sering kali terabaikan.
Ezaridho juga menyoroti dampak makro ekonomi, seperti era suku bunga tinggi dan ketidakpastian geopolitik, yang memengaruhi keputusan perusahaan untuk mencari pendanaan di pasar modal. Namun, menurutnya, ada perbedaan antara IPO strategis dan IPO untuk kebutuhan pendanaan nyata.