Menurut ING, China kini hanya menyumbang 20 persen dari pertumbuhan permintaan global, jauh di bawah proyeksi sebelumnya lebih dari 50 persen. Kondisi ini dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi, krisis sektor properti, dan adopsi kendaraan listrik yang menekan konsumsi minyak.
Ketakutan akan pasar yang kelebihan pasokan mendorong OPEC+ menunda beberapa kali rencana peningkatan produksi. Namun, menurut Badan Energi Internasional (IEA), pasar masih diprediksi mengalami surplus 950.000 barel per hari pada 2025.
Kebijakan suku bunga tinggi oleh Federal Reserve (The Fed) AS menambah ketidakpastian, karena penguatan dolar AS membuat komoditas seperti minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.
Para pengamat menilai arah harga minyak sangat tergantung pada kebijakan produksi OPEC+ ke depan.
Keputusan OPEC+ untuk menunda pengurangan produksi hingga April 2025 diperkirakan tidak cukup untuk mengimbangi surplus pasokan.