"Kenaikan harga minyak pekan lalu, yang tertinggi sejak Januari 2023, mencerminkan kekhawatiran bahwa serangan terhadap industri minyak dan gas Iran dapat memperketat pasokan dan memperluas konflik," ujar Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank Ole Hansen, dikutip MT Newswires, Senin (7/10).
Namun, prospek minyak masih cenderung bearish, seiring OPEC+ siap untuk mulai mengembalikan 2,2 juta barel per hari dari pemotongan produksi dengan penambahan bulanan sebesar 180.000 barel per hari mulai Desember.
Selain itu, ekspor Libya kembali mencapai kapasitas 1,2 juta bpd setelah sebelumnya terbatas pada sekitar 450.000 bpd akibat perselisihan politik di negara Afrika Utara tersebut. Permintaan global juga tetap rendah karena ekonomi China, sebagai importir utama, terus berjuang.
"Meski konflik ini membawa emosi kuat ke komunitas minyak, faktor-faktor makroekonomi secara efektif membendung potensi peningkatan permintaan global," kata PVM Oil Associates.
Intai Level USD90 per Barel
Sementara, analis Goldman Sachs mengatakan, dikutip Dow Jones Newswires, Senin (7/1), minyak Brent kemungkinan akan diperdagangkan dalam kisaran USD70-USD85 per barel dengan asumsi konflik yang meningkat di Timur Tengah tidak menyebabkan gangguan besar pasokan.