Penurunan ini mencerminkan dampak perang dagang, melambatnya aktivitas industri di Asia, dan lemahnya konsumsi di AS.
Namun, bagi pelaku pasar, terutama para trader, prospek jangka panjang ini tidak menutup peluang fluktuasi harga dalam jangka pendek. Jika AS melonggarkan tarif atau China mengumumkan stimulus ekonomi, sentimen permintaan bisa pulih dengan cepat—meskipun bersifat sementara.
Pasokan vs Permintaan: Siapa Unggul?
Dari sisi pasokan, OPEC+ berencana menambah produksi mulai Mei, meski telah memangkas proyeksi permintaan. Harga Brent turun 13 persen bulan ini dan kini berada di sekitar USD64 per barel.
EIA memproyeksikan harga Brent tahun 2025 di USD67,87, dan bahkan lebih rendah di 2026. Namun, jika muncul risiko pasokan—misalnya pengetatan sanksi terhadap Iran atau gangguan infrastruktur Rusia—kapasitas cadangan bisa cepat terpakai.
Produsen shale AS masih bersikap hati-hati. Jumlah rig turun 5 persen dibanding tahun lalu, tetapi produksi tetap diperkirakan naik menjadi 13,5 juta bph pada 2025. Kenaikan ini lebih karena efisiensi, bukan ekspansi agresif.