sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Harga Minyak Tertekan, Fokus ke Tarif AS dan Rencana Produksi OPEC+

Market news editor TIM RISET IDX CHANNEL
04/07/2025 07:17 WIB
Harga minyak dunia melemah pada Kamis (3/7/2025), seiring kekhawatiran pasar bahwa tarif Amerika Serikat (AS) bisa menekan permintaan energi.
Harga Minyak Tertekan, Fokus ke Tarif AS dan Rencana Produksi OPEC+. (Foto: Freepik)
Harga Minyak Tertekan, Fokus ke Tarif AS dan Rencana Produksi OPEC+. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Harga minyak dunia melemah pada Kamis (3/7/2025), seiring kekhawatiran pasar bahwa tarif Amerika Serikat (AS) bisa menekan permintaan energi, di tengah ekspektasi kenaikan pasokan dari produsen minyak utama.

Kontrak berjangka (futures) minyak Brent untuk pengiriman September ditutup turun 0,45 persen, ke USD68,80 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS melorot 0,67 persen, menjadi USD67 per barel dalam perdagangan yang minim transaksi menjelang libur Hari Kemerdekaan AS.

Melansir dari Reuters, Presiden AS Donald Trump akan mengakhiri masa jeda 90 hari untuk penerapan tarif baru pada 9 Juli mendatang. Sejumlah mitra dagang besar, seperti Uni Eropa dan Jepang, belum mencapai kesepakatan dagang dengan AS. Kondisi ini memicu kekhawatiran pelaku pasar minyak terhadap potensi tekanan pada perekonomian global dan permintaan energi.

Sebelumnya, harga sempat menguat pada Rabu setelah tercapai kesepakatan dagang awal antara AS dan Vietnam. Namun, ketidakpastian terkait tarif tetap menjadi bayang-bayang besar bagi pasar.

Di sisi lain, harga minyak juga tertekan oleh ekspektasi bahwa OPEC+ akan menyetujui peningkatan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada pertemuan kebijakan akhir pekan ini. Selain itu, survei swasta menunjukkan aktivitas sektor jasa di China—importir minyak terbesar dunia—tumbuh pada Juni dalam laju paling lambat dalam sembilan bulan terakhir, seiring melemahnya permintaan dan turunnya pesanan ekspor baru.

Di AS, kenaikan stok minyak mentah yang di luar ekspektasi juga menambah kekhawatiran atas lemahnya permintaan. Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan stok minyak domestik naik 3,8 juta barel menjadi 419 juta barel pekan lalu, berbanding terbalik dengan perkiraan jajak pendapat Reuters yang memproyeksikan penurunan sebesar 1,8 juta barel.

Perusahaan energi AS pun memangkas jumlah rig minyak sebanyak tujuh unit menjadi 425 unit, level terendah sejak September 2021, menurut laporan mingguan Baker Hughes. Jumlah rig minyak menjadi salah satu indikator untuk proyeksi produksi mendatang.

Di sisi lain, data ketenagakerjaan AS pada Juni menunjukkan pertumbuhan yang solid, sementara tingkat pengangguran justru turun secara tak terduga. Namun, hampir setengah dari kenaikan non-farm payrolls (NFP) berasal dari sektor pemerintah, sedangkan sektor swasta melambat karena sejumlah industri seperti manufaktur dan ritel masih menghadapi tekanan akibat tarif impor yang agresif dari pemerintahan Trump.

“Laporan ketenagakerjaan Kamis ini lebih kuat dari perkiraan, menunjukkan daya tahan ekonomi masih terjaga dalam beberapa bulan terakhir. Kami tetap melihat The Fed akan mempertahankan pendekatan wait-and-see terkait suku bunga,” ujar Chief Investment Officer Abound Financial, David Laut.

Sebelumnya, kedua kontrak minyak sempat menyentuh level tertinggi dalam sepekan pada Rabu, setelah Iran menghentikan kerja sama dengan pengawas nuklir PBB, yang memicu kekhawatiran atas potensi memanasnya kembali ketegangan nuklir menjadi konflik bersenjata.

AS juga menjatuhkan sanksi baru terkait Iran pada Kamis, termasuk sanksi terhadap jaringan Hizbullah, menurut situs Departemen Keuangan AS.

“Untuk saat ini, pasar tampaknya masih bersikap tenang karena langkah-langkah seperti ini di masa lalu pun belum menunjukkan hasil yang signifikan,” kata partner di Again Capital, John Kilduff. (Aldo Fernando)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement